Puisi-puisi Rizka Nur Laily Muallifa #3

slider
slider
01 Mei 2020
|
1166

Siang Hari di Bulan Ramadan

aku boleh mengantuk

dan tidur seluas cita-cita

saat ibu ramban daun ketela atau bayam di kebun samping rumah

untuk disulap jadi kudangan bercita rasa asam atau berwarna kemangi

(Bojonegoro, 2020)


 

Tadarus

anak-anak berlompatan

di tangga ayat suci

di atas bangku kecil di musala

 

sejak pagi berubah siang berubah sore

mikrofon musala tak mengantuk 

 

bosan dan lapar tidak pernah mampir dalam kamus pamrih anak-anak

bermain huruf hijaiyah adalah hormat

pada ibu bapak yang tidak menukar beras hasil panen

jadi sebilah papan bisu yang rakus

(Bojonegoro, 2020)


 

Ibu Setiap Hari

di rumah

gadget cuma punya sedikit waktu

 

lebih banyak pekerjaan yang perlu diselesaikan

lebih dari sekadar bergulat dalam pikiran

 

ibu mengalami keseharian sebagai mata pisau

yang runcing mengiris

segala ketidakberesan di tiap sudut rumah

 

istirahnya jadi yang paling hening

dan tak pamrih pada segala iming-iming

(Bojonegoro, 2020)


 

Pulang yang Menyenangkan

setelah tidak mendebat segala hal 

rumah jadi kekasih paling menenangkan

 

perjalanan diri memuat segala yang khidmat

banyak bicara tak selalu sama artinya dengan memahami banyak hal

 

setelah pengertian yang serupa angin

seruan segala sunnah yang disepadankan dengan kewajiban ibadah

menjadi pelajaran sami'na wa atho'na yang tabah

(Bojonegoro, 2020)


 

Selingan

buku dan film hanya istirah

dari daftar pekerjaan rumah

 

melakukan sebagian kecil dari daftar panjang itu

membuatku tak henti-henti memohon panjangnya umur ibu

barangkali lebih panjang dari umurku

 

kelengahan sering hinggap pada kelopak mataku

tapi tidak pada mata ibu

(Bojonegoro, 2020)


Category : cerpen

SHARE THIS POST


ABOUT THE AUTHOR

Rizka Nur Laily Muallifa

From Solo. Pembaca tak khusyuk. Dalam masa-masa riang pasca menerbitkan puisi bersama beberapa kawan. Buku puisi itu Menghidupi Kematian (2018). Pamrih di @bacaanbiasa