Puisi-puisi Rizka Nur Laily Muallifa #3
Siang Hari di Bulan Ramadan
aku boleh mengantuk
dan tidur seluas cita-cita
saat ibu ramban daun ketela atau bayam di kebun samping rumah
untuk disulap jadi kudangan bercita rasa asam atau berwarna kemangi
(Bojonegoro, 2020)
Tadarus
anak-anak berlompatan
di tangga ayat suci
di atas bangku kecil di musala
sejak pagi berubah siang berubah sore
mikrofon musala tak mengantuk
bosan dan lapar tidak pernah mampir dalam kamus pamrih anak-anak
bermain huruf hijaiyah adalah hormat
pada ibu bapak yang tidak menukar beras hasil panen
jadi sebilah papan bisu yang rakus
(Bojonegoro, 2020)
Ibu Setiap Hari
di rumah
gadget cuma punya sedikit waktu
lebih banyak pekerjaan yang perlu diselesaikan
lebih dari sekadar bergulat dalam pikiran
ibu mengalami keseharian sebagai mata pisau
yang runcing mengiris
segala ketidakberesan di tiap sudut rumah
istirahnya jadi yang paling hening
dan tak pamrih pada segala iming-iming
(Bojonegoro, 2020)
Pulang yang Menyenangkan
setelah tidak mendebat segala hal
rumah jadi kekasih paling menenangkan
perjalanan diri memuat segala yang khidmat
banyak bicara tak selalu sama artinya dengan memahami banyak hal
setelah pengertian yang serupa angin
seruan segala sunnah yang disepadankan dengan kewajiban ibadah
menjadi pelajaran sami'na wa atho'na yang tabah
(Bojonegoro, 2020)
Selingan
buku dan film hanya istirah
dari daftar pekerjaan rumah
melakukan sebagian kecil dari daftar panjang itu
membuatku tak henti-henti memohon panjangnya umur ibu
barangkali lebih panjang dari umurku
kelengahan sering hinggap pada kelopak mataku
tapi tidak pada mata ibu
(Bojonegoro, 2020)
Category : cerpen
SHARE THIS POST