Puisi-puisi Rizka Nur Laily Muallifa

slider
26 Februari 2020
|
1232

Rabu Malam di Masjid

Mataku pengetahuan kosong

yang duduk di barisan depan

dengan pamrih paling utuh

 

Pemaparan yang rimbun

ingin direguk sebagai pemahaman

meski tanpa bekal

 

Pak guru mengerti

Anak-anak tidak cukup membawa bacaan atau kenang-kenangan

dari mata pelajaran sejarah

 

Malam itu, beliau menggenapi sang dewi

yang mendengkur di lipatan sungsang pengetahuan kami

(Jogja, 2020)


 

Setelah Gerimis Kecil

Hujan menyirami hati Jogja yang penuh

kangen

jadi kuyup sekaligus adem

 

Hatimu sekotak ubi ungu

yang berangsur hangat

berkat teh atau kopi susu

di ambang pintu

(Jogja, 2020)


 

Malam Kuning

                : wolupapat

Empat kalimat beradu

makan batagor dengan porsi paling kenyang

yang tidak pernah terasa pedas karena sambal berpeluh air

 

Di meja, ada keripik jagung

yang renyah seperti pertemuan pertama

dan obrolan-obrolan minum

 

Pisang datang dari Klaten

bersisipan dengan ikan asap dan terong goreng

 

Dalam doa-doa kecil di dapur

bawang merah dan cabai tidak pernah berarti amarah

(Jogja, 2020)


 

Minggu Pagi di Kalasan

Di Kalasan, minggu beraroma sejuk

dan ramah

 

Futuhat digelar di antara dua salat

Menabur doa agar manusia tak menabung rugi

(Jogja, 2020)


Category : cerpen

SHARE THIS POST


ABOUT THE AUTHOR

Rizka Nur Laily Muallifa

From Solo. Pembaca tak khusyuk. Dalam masa-masa riang pasca menerbitkan puisi bersama beberapa kawan. Buku puisi itu Menghidupi Kematian (2018). Pamrih di @bacaanbiasa