Gibran Khalil Gibran

22 Oktober 2017
|
1854

Gibran Khalil Gibran lahir di Lebanon, pada Januari 1883. Pada umur 10 tahun, ia pindah ke Boston, Amerika Serikat. Di Barat, ia lebih dikenal dengan Khalil Gibran. Di Arab, ia dipanggil Jubran. Sedangkan Gibran di awal nama Khalil, itu merupakan nama bapaknya. Jalan hidup Gibran agak tragis. Yatim piatu sejak lahir, dan hidup berpindah-pindah. Pernah jatuh cinta pada perempuan bangsawan, tetapi yang didapat hanya patah hati. Berkat patah hati, lahirlah Broken Wings, pada usainya yang masih 17 Tahun. Hingga wafatnya, yakni umur 48 tahun, Gibran masih menjomblo, belum beristri. Gibran adalah seorang pujangga yang mendunia, berkat karya-karyanya yang luar biasa. Selain itu, rupanya, Gibran juga seorang pelukis. Beberapa lukisannya mendapatkan banyak apresiasi pada masa hidupnya. Nuansa lukisan-lukisan Gibran lebih pada model romantis atau back to nature. Model ini banyak terilhami dari latar hidup Gibran sendiri yang sarat nuansa romatis. Adapun tentang modus berpikir, Gibran selalu cenderung ke arah cinta. Dalam hal kepribadian, Gibran terbilang memiliki kebiasaan yang unik. Gibran adalah seorang yang introvert, suka merenung, dan suka kesendirian. Boleh jadi, bagi Gibran, dengan menciptakan jarak, merenung, seseorang bisa berpikir jernih. Selain itu, hal tersebut juga berguna agar kita tidak mudah terbawa arus pandangan umum; kita bisa mudah introspeksi diri. Seseorang yang terlibat aktif pada satu komunitas, baginya sulit untuk mengetahui apa saja yang salah pada komunitasnya berikut dirinya. Pentingnya di situ. Sumber inspirasi Gibran Kiranya, ada tujuh sumber inspirasi Gibran, yaitu ibunya, Salim Dahir, budaya China, Tagore, Injil dan Yesus, Nietzsche, serta para seniman Boston. Pertama, melalui ibunya, Kamile Rahma, Gibran belajar seni musik, bahasa Prancis, dan yang terpenting ialah belajar bagaimana hati berbicara. Kedua, Salim Dahir. Ia adalah seorang tokoh sufi pengembara yang begitu diidolakan Gibran dan sekaligus guru Gibran. Ketiga, budaya China. Hal ini disebabkan tempat tinggal Gibran saat di Boston berada di suatu kampung yang mayoritas penduduknya berasal dari China. Keempat, Tagore yang tak lain merupakan pujangga besar dari India. Gibran terpengaruh oleh karya-karya Tagore. Kelima, Injil dan Yesus. Keduanya memiliki kesamaan dengan misi Gibran, yaitu kasih sayang atau cinta. Keenam, Nietzsche. Pengaruh pengarang Sabda Zarathustra pada Gibran ini bisa dilihat dari corak-corak puisi sang pujangga Lebanon pada aroma-aroma puisinya yang berbau eksistensialis. Selain itu, banyak puisinya menyiratkan suatu kemandirian atas tujuan harmoni. Bagi Gibran, seseorang itu jauh lebih baik sendiri dan mandiri daripada bareng-bareng, tetapi banyak peraturan yang hanya berujung pada pemaksaan. Akan tetapi, meski terpengaruh, model eksistensi antar Gibran dan Nietzsche tetap berbeda. Model eksistensialis Gibran lebih pada harmoni, sedangkan Nietzsche lebih menekankan pada penaklukan agar tidak di injak-injak. Baik Gibran atau Nietzsche, keduanya sama-sama mengidolakan UberMensch atau manusia super. Dan yang terakhir, ketujuh, yakni para seniman Boston. Hal ini tidak lepas dari komunitas yang Gibran ikuti di Boston, yang di dalamnya terdapat banyak seniman, pujangga, dan semacamnya yang banyak menginspirasi Gibran. Gagasan Gibran Beberapa gagasan Gibran yang cukup penting, menurut penulis, ialah tentang hidup, cinta, Tuhan, alam, dan manusia. Bagi Gibran, hakikat hidup itu tergantung pada kita sebagai pemilik hidup. Adapun prinsip mengatur kehidupan ialah dengan mengusahakan empat hal, yakni cinta, kerja, pengetahuan, dan tujuan. Kita membutuhkan tujuan dalam menjalani hidup supaya terkontrol dengan seimbang. Namun untuk merancang suatu tujuan, kita membutuhkan pengetahuan. Dan sepertinya, pengetahuan akan sia-sia jika tanpa ada kerja. Lebih lanjut, kerja pun akan banyak merusak jika tidak dilandasi cinta. Global kata, kita membutuhkan cinta untuk menciptakan suatu tujuan yang brilian, yang nantinya, kita bisa menyeimbangkan kehidupan kita. Mengenai cinta: sesuatu yang cukup dirasakan dan cukup menjadi pasrah. Cukup dirasakan, sebab semakin banyak kita berbicara tentang cinta, kian pula kita tidak pas memahaminya. Seorang yang sudah merasakan cinta, ia tidak akan banyak bicara karena memang itu rumit untuk dibicarakan. Sedangkan cukup menjadi pasrah, sebab, kalau kita masih banyak komplain dan bahkan menuntut, itu namanya bukan cinta. Tentang Tuhan: sesuatu yang tidak menyatu dengan kita, tetapi berada di sekitar kita. Dan Dia tidak pernah bertentangan dengan segala macam bentuk cinta lainnya. Tuhan adalah cinta itu sendiri. Mengenai alam, tidak lain merupakan sesuatu yang seharusnya dengannya kita penting untuk kembali pada alam atau back to nature. Yaitu, dengan bertindak seirama mungkin mengikuti sunah alam, dan tidak membuat sekat atau kategori-kategori sendiri yang hanya akan merusak, lagi menyebarkan virus kebencian. Tentang manusia, bagi Gibran, manusia di dunia ini ada tiga model. Pertama, mereka yang mengutuk dunia. Kedua, mereka yang memberkati dunia. Ketiga adalah mereka yang merenungi dunia. Kepada yang pertama, mari cintai mereka karena penderitaan mereka. Kepada yang kedua, marilah mencintai mereka karena kedermawanan mereka. Dan kepada yang ketiga, cintailah mereka karena kebajikan mereka. Tentunya, masih banyak lagi sisi Gibran yang belum diungkap-sajikan. Selanjutnya bisa disimak dari Ngaji Filsafat Masjid Jendral Sudirman pas Kyai Faiz mengudar karya terkenal Gibran: The Prophet (26/10). Penulis ambil satu larik tulisan Gibran berikut ini tentang cinta untuk mengakhiri tulisan:
Apabila cinta memanggilmu, ikutilah dia, walau terjal berliku-liku jalannya. Dan apabila sayapnya merangkummu, pasrahlah serta menyerah, walau pedang tersembunyi di sela sayap itu melukaimu. Dan jika dia bicara kepadamu, percayalah, walau ucapannya membuyarkan mimpimu, bagai angin utara melantakkan taman kita. Sebab sebagaimana cinta memahkotaimu, demikian pula dia menyalibmu. Demi pertumbuhanmu, begitu pula demi pemangkasanmu Laksana butir-butir gandum kau diraihnya. Ditumbuknya kau sampai polos telanjang. Diketamnya kau agar bebas dari kulitmu. Digosoknya, sehingga menjadi putih bersih. Diremasnya menjadi bahan yang lemas dibentuk; Dan akhirnya diantarkan kepada api suci, laksana roti suci yang dipersembahkan pada pesta kudus Tuhan. Cinta tidak memberikan apa-apa kecuali keseluruhan dirinya, utuh-penuh, Pun dia tidak mengambil apa-apa, kecuali dari dirinya sendiri. Cinta tidak memiliki ataupun dimiliki. Karena cinta telah cukup untuk cinta.

Category : catatan santri

SHARE THIS POST


ABOUT THE AUTHOR

Saifullah Muhammad

Cah santri Ngaji Filsafat. Asal Kerek, Tuban. Tinggal di tepian Kali Gajah Wong Yogyakarta sejak 2013. Menyukai brokoli goreng. Sering rindu pada bau rumput yang baru dipotong.