Tazkiyatun Nafs: Membersihkan Jiwa Menyambut Bulan Puasa

slider
20 Maret 2023
|
1464

Bulan puasa sudah tinggal menghitung hari. Bagi umat Muslim bulan itulah yang ditunggu-tunggu dengan penuh rasa gembira dan rasa senang. Karena bulan puasa merupakan bulan yang paling utama dibandingkan bulan-bulan yang lain. Karena di bulan itulah Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada seluruh hambanya yang berpuasa.

Sebagaimana dalam hadits: “Telah datang kepada kalian bulan penuh berkah, diwajibkan kepada kalian ibadah puasa, dibukakan pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka serta setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan kebaikannya berarti ia telah benar-benar terhalang atau terjauhkan (dari kebaikan)” (HR Ahmad).

Di bulan puasa, seluruh umat Muslim diperintahkan untuk menjalankan ibadah puasa yaitu menahan dari makan dan minum. Namun, pengertian itu belum sampai pada titik yang sempurna. Apa yang dimaksud puasa di sini ialah menahan segala bentuk kemaksiatan dalam anggota tubuh manusia. Bukan hanya mencegah dari perbuatan maksiat, tapi juga meningkatkan keimanan kita kepada Allah SWT dengan memperbanyak ibadah.

Mungkin di situlah keistimewaan bulan puasa itu. Seluruh umat Muslim akan dengan suka-rela dan senang hati melaksanakan ibadah puasa, shalat terawih, tadarus Al-Quran, hingga membangunkan orang untuk sahur. Kegiatan yang mungkin tidak dapat semua orang merasakannya, kecuali saat sampai pada bulan puasa itu sendiri.

Maka, perlu kiranya bagi kita sebagai umat Muslim untuk mempersiapkan diri dan jiwa kita untuk menyambut bulan yang suci, yaitu dengan membersihkan kotoran yang melekat di dalam jiwa kita. Dengan mengharapkan limpahan rahmat Allah SWT dalam menjalankan ibadah puasa nanti.

Membersihkan jiwa (takziyatun nafs) merupakan tugas semua manusia, khususnya dalam hal ini umat Muslim, apalagi dalam menyambut bulan puasa. Bahkan tazkiyatun nafs sendiri merupakan salah satu dari misi Nabi Muhammad Saw di dunia ini (QS. Al-Jumu’ah [62]: 2). Karena jiwa merupakan bagian paling terdalam dari diri manusia.

Ketika jiwa kita jernih, jernih pula hati dan akal kita. Maka, jiwa menjadi hal utama yang harus kita jaga kebersihannya dari sifat-sifat yang tercela, sehingga kehidupan kita menjadi bermakna.

Dalam masyarakat Jawa kita akan mengenal yang namanya tradisi padusan, yaitu tradisi mandi menjelang bulan Ramadhan. Tujuan dari mandi tersebut ialah untuk membersihkan badan atau dalam rangka menyucikan diri sebelum datang Ramadhan. Meski begitu, kita dapat memaknainya secara simbolik. Bahwa membersihkan di situ bukan hanya bermakna membersihkan kotoran dari badan kita, tapi juga jiwa kita.

Membersihkan badan dan jiwa memang sangat penting bagi setiap insan. Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, Imam Al-Ghazali dijelaskan bahwa ada beberapa tanda-tanda dari kotornya jiwa sesorang.

Misalnya, kesulitan seseorang dalam melaksanakan fungsi ilmu, hikmah dan makrifat, sehingga seseorang tidak mendapatkan buahnya. Kesulitan dalam beribadah, sibuk dalam sesuatu yang tidak bermakna, dan termasuk juga perilaku kita yang berlebihan terhadap sesuatu. Semua itu tentu saja akan mengotorkan jiwa kita dan menjadi penghalang dalam mendapatkan ridha Allah SWT.

Lalu apa saja yang harus kita bersihkan dalam menyambut bulan puasa? Pertama, yaitu jasad kita yang berupa najis atau hadas dalam diri kita.

Kedua, membersihkan anggota tubuh dari dosa dan kemaksiatan dengan cara memperbanyak bertaubat kepada Allah SWT.

Ketiga, membersihkan dari pikiran-pikiran yang sia-sia, negatif dan overthinking yang semua itu dapat menjadi penghalang bagi kita dalam beribadah.

Keempat, membersihkan jiwa dari sifat yang tercela, seperti perasaan iri, dengki, sombong, riya, dan sebagainya.

Kelima, yaitu sebagai puncaknya membersihkan ruh (sirr) dari yang selain Allah SWT, yang mana keterikan kita terhadap sesuatu yang bersifat duniawi harus kita lepas sepenuhnya. Menggantungkan seluruh hidup kita hanya kepada Allah SWT dan memutus keterikatan kita terhadap yang sifatnya kebendaan.

Kelima hal tersebut yang harus kita bersihkan, dari yang berupa jasad hingga di bagian terdalam manusia yaitu jiwa dan ruh.

Lalu bagaimana proses kita dalam membersihkan jiwa (tazkiyatun nafs)? Dalam Ihya’ Ulumuddin, ada tiga cara dalam proses kita membersihkan jiwa.

Pertama, adanya ilmu pengetahuan dan keyakinan bahwa hanya Allah SWT sebagai pemberi rahmat bagi kehidupan sehingga kita dapat menjalani kehidupan ini. Dan ilmu pengetahuan menjadi jembatan dalam melihat kebesaran Allah SWT. Maka, apa pun harus didahului dengan adanya ilmu pengetahuan yang kemudian akan memperkuat keyakinan kita terhadap kebesaran Allah SWT.

Kedua, yaitu riyadhah atau dapat juga dimaknai sebagai latihan. Latihan di sini seperti yang dimaksud oleh Yahya Ibnu Muadz yaitu menjaga makanan dari yang haram atau berlebihan, menahan mata dari kemaksiatan, mengendalikan mulut yang membuat kita celaka, dan menjadi pemaaf.

Sahl al-Tustari juga menjelaskan terkait riyadhah yaitu berupa mengempiskan perut, dalam artian mengurangi makan, sedikit tidur malam, tidak banyak bicara, dan menyendiri atau disebut juga sebagai uzlah.

Ketiga, yaitu mujahadah atau dapat diartikan sungguh-sungguh. Tentu saja, yang dimaksud adalah sungguh-sungguh dalam kebaikan. Dalam hal ini memiliki azam atau keinginan yang kuat dalam melakukan kebaikan. Selain itu, memperbanyak amalan baik untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Dan juga sabar dan istiqamah dalam melakukan ibadah atau kebaikan. Sehingga jalan kita menuju ridha Allah SWT semoga menjadi mudah dengan jalan mujahadah itu tadi.

Maka, begitu pentingnya kita menjaga dan senantiasa membersihkan jiwa dari sifat buruk manusia dalam menyambut bulan puasa pada tahun ini. Sehingga pada tahun ini kita dapat menjalankan ibadah dengan maksimal dan medapatkan limpahan berkah dari Allah SWT.

Dengan begitu, maka rasa senang dalam menjalankan puasa dan berbagai macam kegiatan yang bernilai ibadah semakin kita rasakan. Sehingga kita dapat menjalankan bulan puasa ini dengan penuh hikmah. Wallahu a’lam bis shawab.


Category : catatan santri

SHARE THIS POST


ABOUT THE AUTHOR

Fazlur Rahman

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, tinggal di Yogyakarta.