Saya dan Ngaji Filsafat
Menempati kota Yogyakarta adalah keberkahan yang sangat saya syukuri. Awal mula berangkat ke Yogyakarta, saya niatkan untuk mencari rezeki (karena saya diterima bekerja di suatu apotek), mencari ilmu dengan melanjutkan pendidikan dan meluaskan wawasan saya. Sampai saat ini, alhamdulillah semua yang saya targetkan berjalan lancar.
Salah satu tempat yang saya targetkan untuk mencari ilmu adalah Masjid Jendral Sudirman (MJS). Alasan yang membuat saya yakin untuk menjadikan MJS sebagai salah satu tujuan adalah karena di masjid ini ada kajian filsafat dengan nama “Ngaji Filsafat” yang diampu oleh Dr. Fahruddin Faiz yang dikenal akrab dengan panggilan Pak Faiz. Sebelumnya, saya mengikuti Ngaji Filsafat sejak 2017 yang awalnya dari timeline Instagram. Karena video postingan Instagram tersebut, saya kemudian mencari nama Pak Faiz di YouTube. Setelah saya subscribe MJS Channel, selanjutnya Ngaji Filsafat menjadi kajian favorit saya sejak saat itu
Saya tertarik dengan filsafat sudah sejak SMK dan semakin tertarik lagi karena Ngaji Filsafat. Namun, ketika menyukai filsafat, saya mendapatkan banyak cibiran karena tidak mempunyai argumen yang kuat.
Ngaji Filsafat yang diampu Pak Faiz tersebut dapat menggaet banyak pendengar. Ngaji tersebut diselenggarakan MJS sejak 2013 dan dilaksanakan pada setiap Rabu malam pukul 20.00 WIB, dengan peserta dengar melalui YouTube sudah mencapai ratusan ribu untuk episode tertentu.
Dari informasi yang beredar, mulanya Ngaji Filsafat hanya diikuti oleh 10-20 orang. Karena disukai, Ngaji Filsafat lalu dirutinkan dan banyak orang yang datang ke MJS untuk mengaji filsafat bersama. Kabar dari takmir MJS, setiap tahun jumlah santri yang ikut mengaji bertambah sampai ratusan orang.
Ngaji Filsafat yang dibawakan oleh Pak Faiz dengan jenaka melalui analogi dan contoh dalam kehidupan sehari-hari. Doktor filsafat UIN Sunan Kalijaga ini mampu membawakan filsafat yang serius dengan menyenangkan. Pak Faiz juga selalu memberi kontekstualisasi atas teori-teori filsafat yang mengerutkan kening setiap orang.
Makna Baru Filsafat Sejak Kehadiran Ngaji Filsafat
Menurut Gadamer, manusia disebut manusia jika ia mampu memahami. Memahami berarti berpikir dan beraktivitas secara kognitif. Jika manusia tidak memahami atau tidak berpikir maka ia belum dikatakan manusia. Dalam buku Seni Memahami F. Budi Hardiman berkata dengan meminjam istilah dari Schleiermacher, “Memahami bukan sekadar untuk mengetahui atau memperoleh data, melainkan untuk menangkap makna. Karena itu, manusia adalah makhluk yang berpikir dan menangkap makna-makna dari teks.”
Dalam Ngaji Filsafat edisi H.G Gadamer, Pak Faiz menjelaskan bahwa Gadamer dipengaruhi oleh Heideger yang menjadi salah satu gurunya. Karena itu, Gadamer menyatakan pemahaman bukan semata-mata kognitif, tetapi ontologis (sebagai cara berada/ eksistensi). Bukan manusia yang memiliki pemahaman, melainkan pemahaman adalah manusia itu sendiri. Manusia adalah makhluk yang memahami.
Gadamer dalam buku fenomenalnya Truth and Method menjelaskan juga bahwa pemahaman selalu dapat diterapkan pada keadaan kita saat ini, meskipun pemahaman itu berhubungan dengan peristiwa sejarah, dialektik, dan bahasa. Oleh karena itu, pemahaman selalu mempunyai posisi, misalnya posisi pribadi kita sendiri saat ini. Pemahaman tidak pernah bersifat objektif dan ilmiah, melainkan selalu subjektif.
Manusia memahami suatu hal bukan dari tidak tahu, tetapi dari pemahaman lama ke pemahaman baru. Pemahaman lama inilah yang disebut pre-understanding atau bisa disebut juga prasangka. Prasangka dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimiliki seseorang. Contohnya seperti tradisi dan otoritas. Tradisi membatasi gerak interpretasi sehingga kebenaran interpretasi sedikit banyak merupakan hasil dari daya penerimaan.
Karena itu, pemahaman seseorang didahului prasangka dan di dalamnya, Gadamer membagi tiga bagian. Pertama, perspektif awal tentang apa yang sedang dipahami; Kedua, pengertian terhadap hasil yang akan muncul dari cara/jalan pemahaman yang sedang ditempuh. Sederhananya adalah mau dibawa ke mana arah dari tujuan pemahaman terhadap objek atau pengertian yang ingin diwujudkan; Ketiga, konsep tertentu yang menjadi landasan untuk memahami dan menginterpretasikan.
Karena itu, ketika ingin memahami setidaknya ia memiliki prasangka awal (vorhabe), pemahaman yang ingin diwujudkan (vorsich), dan terakhir sudut pandang atau kacamata yang ingin dipakai (vorgriff).
Melalui seni memahaminya Gadamer ini, filsafat bisa memperoleh makna baru. Filsafat sebagaimana kita ketahui yang muncul dari opini masyarakat umum adalah sesuatu yang ruwet dan njelimet. Bahkan, tak sedikit dari kalangan agamawan yang mengharamkan untuk belajar filsafat. Filsafat dinilai merusak akidah, sinis terhadap agama, dan bahkan keluar dari agama yang telah dianut.
Padahal, filsafat mengajarkan manusia untuk berpikir secara radikal (berasal dari kata radix yaitu akar dengan kata lain mengakar/mendalam), kritis dan sistematis. Akal sebagai alat untuk berpikir digunakan secara maksimal dalam belajar filsafat.
Ngaji Filsafat yang diselenggarakan oleh MJS memberikan warna baru dalam kajian keilmuan, terutama kajian filsafat. Filsafat yang awalnya tabu, menyeramkan, tidak diminati bahkan banyak yang memiliki pandangan skeptis terhadap filsafat, kini mulai berubah. Filsafat menjadi banyak diminati oleh terutama kalangan muda.
Saya rasa saat ini, makna baru yang muncul mengenai filsafat adalah sebagai pandangan hidup. Orang-orang mulai menjadikan filsafat sebagai referensi saat ia menemukan permasalahan dan tegangan dalam kehidupannya.
Selain itu, pengalaman pendek saya saat mengaji filsafat bukan semakin meragukan agama, tetapi semakin meragukan “cara” saya dalam beragama. Sebelumnya saya merasa benar sendiri dalam beragama. Ngaji Filsafat memberikan saya pandangan luas terhadap agama dan saya selalu belajar untuk semakin bertenggang rasa. Dan semoga, pengalaman serupa juga dialami banyak orang.
Category : buletin
SHARE THIS POST