Keberkahan

slider
13 September 2019
|
1127

Sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu, profesi menjadi sesuatu yang dicari oleh kebanyakan orang untuk kelangsungan hidup di masa depan, di samping untuk mengasah kemampuan dan memberikan manfaat kepada banyak orang. Rata-rata anak disekolahkan atau dikuliahkan untuk tujuan itu. Akan terkesan sangat rugi ketika seseorang yang berpendidikan atau sarjana mendapatkan pekerjaan yang tidak sesuai dengan taraf keilmuannya, terlebih lagi tak kunjung mendapatkan pekerjaan profesinya. Pengaruhnya tidak hanya akan dirasakan oleh anak tersebut, namun juga orang tua dan orang-orang disekitarnya. Persepsi lingkungan masyarakat akan menjadi tidak baik dan ia dinilai gagal sebagai seorang sarjana. Bagaimana bila seorang yang lulusan ekonomi menjadi kuli bangunan, misalnya, atau seorang lulusan pendidikan menjadi seorang pedagang kaki lima. Tentunya akan terlihat miris dan tidak profesional.

Namun perlu diperhatikan lebih dalam, tidak yang tampak dipermukaan, bahwa tidak semua pekerjaan yang tergolong tak berkesesuaian dengan pendidikan yang ditembuh akan bernilai rendah. Karena dari sisi lain, misalnya sisi agama dan kemanusiaan, bisa jadi pekerjaan yang terlihat rendah itu sangat tinggi nilainya. Karena nilai yang baik dan mulai itu yang akan membuat seseorang nyaman dengan keadaan disekitarnya.

Tentunya tak ada pekerjaan yang hina kecuali pekerjaan itu bertentangan dengan nilai-nilai agama, maupun norma kebaikan yang ada. Nilai yang sesuai dengan norma keagamaan, yaitu jujur dan adil. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran, “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan” (QS An-Nisa [4]: 135).

Apapun profesi kita, apapun amanah yang kita emban, apapun yang kita kerjakan, baik itu terpandang tinggi maupun rendah di mata manusia, kalau tidak dibarengi dengan kejujuran dan keadilan, maka akan tetap hina di hadapan Tuhan. Begitupun dampak yang akan diakibatkan terhadap sesama manusia, menyebabkan kurangnya kepercayaan seseorang terhadap diri kita, yang pada akhirnya akan berdampak buruk untuk kita maupun orang lain. Keadilan juga adalah suatu konsep kehidupan yang menguatkan sendi-sendi persatuan dan mengukuhkan kekompakan yang utuh dalam bermasyarakat. Tak pantas seorang manusia yang lemah akan mengedepankan ego sendiri dalam berbuat atau mengemban tugas yang bersifat bersama, tentu hasil yang akan didapatkan jauh dari harapan yang diinginkan, dan bahkan terbengkalai jika dikerjakan secara individu.

Landasan berpikir yang diterima sebagai dasar dalam masyarakat, kerap menilai dan melihat pekerjaan yang sifatnya dunia semata. Mengukur kualitas pekerjaan itu dari segi modern atau tidaknya, menarik atau tidaknya penampilannya, tinggi atau rendahnya penghasilan, seperti pejabat pemerintah, direktur perusahaan, pilot, arsitek, dokter, polisi, dan sebagainya. Sedangkan pekerjaan yang rendah penghasilannya, seperti tukang sol sepatu, pedagang kaki lima, pemulung, tukang ojek, dan sebagainya, terkadang diacuhkan atau tak layak untuk disandang, apalagi oleh seorang lulusan sarjana. Padahal jika dilihat dari kacamata agama dan sosial, selama pekerjaan itu halal, tidak menyeleweng dari norma agama dan sosial, maka akan tetap bernilai mulia di sisi Tuhan. Sebagaimana dalam surah Al-Baqarah ayat 168 Allah berfirman, “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”

Hidup itu seperti cermin, ketika kita tersenyum maka yang terpantul dalam cermin akan tersenyum juga. Hidup layaknya gema, apa yang kita teriakkan itu yang akan kita dengar sendiri. Begitupun hidup ini, apa yang kita dapatkan merupakan cerminan dari apa yang kita lakukan. Baik atau buruknya tergantung dari cara kita mendapatkannya. Walaupun pekerjaan itu bernilai tinggi dan berpenghasilan banyak, namun jika cara yang dilakukan tidak sesuai, maka hasilnya juga akan buruk dan sangat berefek pada kedirian kita sehari-hari. Akan lebih mulia pekerjaan yang terlihat rendah dan berpenghasilan sedikit, namun ditempuh dengan cara yang baik.

Pandangan masyarakat yang lebih melihat kualitas materi dari sebuah pekerjaan, melahirkan persepsi yang buruk dan sulit untuk dihilangkan. Ketika ada seorang lulusan sarjana yang bekerja tidak sesuai dengan keahlian dan jurusannya, akan dinilai gagal dan terpuruk. Pandangan demikian tentu tidak sesuai dengan nilai agama dan jauh dari tuntunan Rasulullah Saw, yaitu tuntunan untuk mencari pekerjaan yang baik dan halal. Di sini tidak ditentukan apakah pekerjaan itu berpenghasilan tinggi atau rendah, karena yang terpenting adalah pekerjaan itu sesuai dengan norma agama dan sosial yang ada, sehingga akan menghasilkan rizki yang halal dan juga baik. Dengan mengkonsumsi rizki yang halal dan baik itulah yang akan membuat sendi pergerakan kita akan cenderung terarah ke hal-hal yang baik. Kemudian menghasilkan keberkahan hidup, keberkahan yang akan membuat hidup ini menjadi nyaman dan penuh keindahan.

Berkah dalam agama diartikan sebagai ziyaadatul khair (bertambahnya kebaikan). Berkah dalam rizki maknanya bertambahnya manfaat dari rizki yang kita peroleh, bukan hanya bagi diri kita sendiri namun juga bagi orang lain. Begitupun berkah dalam ilmu, maknanya adalah ilmu yang kita miliki membawa kemanfaatan, kemaslahatan bagi orang lain, bukan malah merugikan dan menyesatkan. Banyak yang pintar namun tidak berkah, akhirnya dengan kepintarannya ia mengambil untung dengan merugikan banyak orang, dengan kepintarannya ia menyusahkan banyak orang dan membawa keburukan maupun malapetaka bagi bangsa tercinta. Korupsi misalnya.

Di lain sisi ada seorang yang ilmunya sedikit, namun bisa memberikan manfaat bagi banyak orang. Dengan segala keterbatasan ia berusaha melakukan yang terbaik terutama dalam membantu orang lain, itulah yang dinamakan ilmu yang berkah. Sedikit namun membawa ketenangan, sedikit namun membuahkan manfaat bagi orang lain.

Begitu pula dengan hidup ini, jika ada keberkahan didalamnya, maka akan membawa ketenangan tersendiri, mendapatkan kelapangan dan semoga senantiasa diridai oleh Allah Swt. Dan poros dari keberkahan dalam hidup tersebut adalah senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan.

Dengan kita bersyukur, maka apapun yang menimpa kita, bagaimanapun beratnya cobaan yang kita hadapi, sesulit apapun kehidupan yang kita jalani, akan dapat kita hadapi dengan tenang dan penuh kesabaran. Namun sebaliknya, sekaya apapun kita, bagaimanapun mewahnya kehidupan kita, bagaimanapun beruntungnya nasib kita, kalau tidak dibarengi dengan bersyukur, maka malah akan mendatangkan kesumpekan bagi diri kita. Oleh karenanya, hidup bagaimana memperoleh keberkahan, bertambahnya kebaikan dalam melakoni pekerjaan apa pun dan dalam semua hal.

*Buletin Jumat Masjid Jendral Sudirman, Edisi-01 Jumat, 13 September 2019/13 Muharram 1441 H


Category : buletin

SHARE THIS POST


ABOUT THE AUTHOR

M. Sabron Sukmanul Hakim

Program Studi Magister Komunikasi Penyiaran Islam, Pascasarjana Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Email: sabronsukma@gmail.com