Filsafat Kebencian
Setelah libur selama Ramadahan, Ngaji Filsafat di Masjid Jendral Sudirman kembali digelar. “Halal bi Halal” menjadi edisi pembuka. Tema yang dibahas pada minggu lalu adalah tentang “Kebencian” atau Hatred.
Pada kesempatan ngaji perdana tersebut, ada beberapa hal yang dapat kutangkap dari materi yang disampaikan oleh Pak Faiz. Pertama, bahwa kebencian itu tidak sama atau berbeda dengan “tidak suka” (dislike). “Tidak suka” adalah hal yang manusiawi, sedangkan kebencian merupakan level atau tahapan selanjutnya dari tidak suka. Ciri kebencian, antara lain muncul akibat dari kemarahan yang dipelihara sampai dalam dan dengan intensitas yang lama.
Dalam agama, kebencian itu merusak. Sementara dalam kacamata Freud, kebencian dipandang sebagai sebuah keadaan di mana ego dapat menghancurkan kebahagiaan.
Kedua, ada beberapa hakikat kebencian. Jika dilihat dari perspektif natural, kebencian merupakan watak dasar agresi yang bersifat adaptif bagi evolusi spesies. Perspektif ini memandang bahwa manusia memiliki bibit-bibit atau potensi untuk membenci secara alamiah, bawaan dari asalnya. Hal itulah yang membedakan manusia dengan malaikat, binatang, dan makhluk-makhluk lain (berkaitan dengan perihal anugerah Allah atau fitrah).
Apabila dilihat dari perspektif psikologi, kebencian merupakan hasil dari pengalaman-pengalaman atau sejarah individu yang ditimbulkan dari ketakutan atau trauma.
Sementara bila dilihat dari perspektif sosial, kebencian terbentuk dari struktur pengalaman yang tidak hanya dirasakan oleh individu, tetapi juga faktor pengalaman sosial.
Dari ketiga perspektif di atas, dapat dilihat apabila suatu kebencian itu mengkristal, maka akan melahirkan ideologi—yang dalam hal ini adalah kebencian.
Category : catatan santri
SHARE THIS POST