Dune: Kisah yang Belum Usai
Judul: Dune | Sutradara: Denis Villeneuve | Skenario: Jon Spaihts, Denis Villeneuve, Eric Roth | Produser: Mary Parent, Denis Villeneuve, Cale Boyter,Joe Caracciolo Jr. | Pemain: Timothée Chalamet, Rebecca Ferguson, Oscar Isaac, Josh Brolin, Stellan Skarsgård, Dave Bautista, Stephen McKinley Henderson, Charlotte Rampling, Jason Momoa | Rilis: Oktober 2021 | Durasi: 156 menit
Film Dune adalah alih wahana novel Dune. Sebuah visualisasi sedekat mungkin dengan novelnya. Bagi penggemar Dune, itu menyenangkan. Bagi yang tidak, pilihan ada di tangan mereka.
Di suatu semesta di masa depan, ada satu planet bernama Arrakis yang memiliki peran penting di suatu komunitas antarbintang. Planet itu sebenarnya wilayah sulit dihuni karena berpadang pasir. Meskipun begitu, Arrakis punya sumber daya yang dibutuhkan oleh komunitas antarbintang: Sumber daya tersebut adalah spice (rempah atau mélange).
Spice memiliki nilai strategis. Ia dibutuhkan untuk perjalanan antarbintang. Tidak hanya itu, Spice bernilai untuk meningkatkan kesehatan, vitalitas, dan kesadaran. Spice adalah komoditas yang membuat orang yang menguasainya adalah penguasa semesta.
Meskipun kaum Fremen adalah penghuni Arrakis, klan Harkonnen mengelola dan menguasai spice berdasarkan penunjukan dari kekaisaran Padishah. Suatu ketika, klan Atreides diminta oleh Shaddam Corrino IV—kaisar Padishah—mengelola Arrakis dan menggantikan klan Harkonnen.
Leto (diperankan oleh Oscar Isaac), seorang patriark Atreides, menerima mandat tersebut, meskipun ia memiliki kecurigaan tersendiri dengan penunjukkan tersebut. Ia mencium adanya persekongkolan antara sang Kaisar dan Baron Vladimir Harkonnen (Stellan Skarsgård), patriark klan Harkonnen. Dengan menerima mandat itu, Leto berharap ia dapat membangun aliansi dengan kaum Fremen di Arrakis. Kecurigaan tersebut terbukti ketika klan Harkonnen kembali ke Arrakis dengan pasukan Sardaukar milik kekaisaran.
Dune (2021) atau Dune: Part One adalah film berlatar politik antargalaksi. Namun, film yang disutradarai oleh Denis Villeneuve itu tidak hanya berkisah tentang ambisi elit politik di kekaisaran Padishah. Ia juga berkisah tentang mistisisme atau spiritualitas, yang diwakili oleh ordo mistik bernama Bene Gesserit.
Bene Gesserit adalah persekutuan yang beranggotakan perempuan yang melatih diri mereka untuk miliki kemampuan magis. Tujuan organisasi tersebut adalah mencapai pencerahan. Sebagai ordo mistis, mereka menunggu seorang penuntun, atau mereka menyebutnya messiah, yang akan menuntun manusia mencapai pencerahan.
Messiah itu akan lahir dari rahim Jessica (Rebecca Ferguson) istri Leto. Messiah, yang seharusnya berjenis kelamin perempuan itu, ternyata berkelamin laki-laki. Ia bernama Paul (Timothée Chalamet). Secara fisik dan mental, Paul dibina oleh Gurney Halleck (Josh Brolin), Duncan Idaho (Jason Momoa), dan Jessica. Pembinaan ini diperlukan untuk misi Paul.
Meskipun telah menjalani pelatihan dan lulus tes yang diberikan pendeta pemimpin Gaius Helen Mohiam (Charlotte Ramping), Paul meragukan dirinya bisa menanggung tanggung jawab besar sebagai seorang Mahdi. Tidak hanya dirinya. Kaum Fremen, yang telah mendengar kemahdian Paul, juga meragukannya. Lalu, bagaimana seorang Paul dapat meyakinkan kaum Fremen untuk menerima dirinya dan bersama-sama membentuk aliansi, seperti yang diinginkan ayahnya?
Dune bukan film pertama dengan tema apokalips. The Terminator dan The Matrix adalah contoh film dengan topik yang sama. Namun, yang paling memiliki kemiripan dengan Dune adalah Star Wars.
Kemiripan-kemiripan tersebut begitu mencolok. Keduanya berbicara tentang seseorang yang dinantikan untuk mengubah dunia. Star Wars memiliki Luke Skywalker (Mark Hamill), Dune punya Paul. Jedi dalam Star Wars adalah agama dan ordo. Dune memiliki Bene Gesserit. Keduanya juga memuat politik antarbintang.
Tidak hanya itu, keduanya mengambil setting di padang pasir dan luar angkasa. Desain pesawat, bangunan, dan kostum memiliki kemiripan. Kemiripan-kemiripan ini membangun persepsi bahwa Dune dipengaruhi oleh Star Wars. Villeneuve dalam satu wawancaranya mengatakan Dune adalah Star Wars bagi orang dewasa. Dengan kata lain, memiliki persepsi seperti itu bukan satu kesalahan.
Tentunya, penggemar film Dune, terutama yang telah membaca novelnya, mungkin tidak menerima persepsi seperti ini. Bagi mereka, hal yang sebaliknya terjadi: novel Dune memberikan pengaruh besar terhadap George Lucas, pembuat Star Wars.
Star Wars: A New Hope dirilis tahun 1977. Novel Dune dirilis pertama kali tahun 1965. Dilihat dari tahun rilis, Dune lebih mungkin memengaruhi Star Wars. Namun, ini spekulatif. Sementara itu, Lucas sendiri tidak pernah mengonfirmasi maupun mengingkari pengaruh tersebut.
Faktanya adalah Dune: Part One dirilis lebih dari empat dekade setelah Star Wars: A New Hope dirilis. Menganggap yang terakhir memengaruhi yang pertama adalah kewajaran. Sebaliknya, Villeneuve seperti tidak memiliki keinginan untuk melakukan pembedaan-pembedaan tertentu yang bisa menjadi keunikan Dune sehingga kedua film tersebut dapat dibedakan.
Dune juga memuat dialog-dialog panjang. Ia memakai alur lambat dan memiliki ketegangan moderat yang minim kejutan. Percakapan tersebut nihil humor atau apa pun yang menarik minat mereka yang asing terhadap Dune atau novelnya.
Sementara itu, Star Wars memiliki karakter Han Solo (Harrison Ford) yang liar dan setia kawan untuk menemani perjalanan Luke Skywalker menemukan dirinya dan melawan Galactic Empire. Selain itu, ada Putri Leia (Carrie Fisher) yang serius dalam perjuangannya melawan Galactic Empire. Leia kerap berselisih dengan Han Solo yang tingkah lakunya seenak perutnya sendiri.
Di akhir film, pertempuran antara Empire dan para pemberontak juga hadir. Singkatnya, Star Wars adalah film yang memadukan science fiction, drama (politik), humor, aksi, dan tragedi, sehingga menarik minat penontonnya.
Percakapan panjang dan dingin dalam Dune mungkin disebabkan oleh drama politik, yang memuat porsi lebih sehingga Dune tampak begitu serius. Apalagi, mistisisme berperan penting dalam membentuk cerita Dune. Kesan serius ini sulit ditepis.
Mereka yang memiliki persepsi awal tentang Dune—mungkin dibentuk oleh poster film atau trailer di YouTube—sebagai film dengan adegan-adegan menegangkan, harus merasa kecewa. Mereka tidak memperoleh apa yang mereka harapkan. Jurang persepsi pun terbentuk.
Penekanan pada drama politik bukan tidak memiliki kemungkinan sebab. Salah satunya adalah keinginan Villeneuve untuk melakukan visualisasi novel sedetail dan seakurat mungkin. Sang sutradara butuh dua film—dan film ini adalah bagian pertama—untuk alih wahana. Dengan begitu, apa yang menjadi puncak konflik—biasanya ada pada bagian akhir novel—mungkin baru muncul di Dune: Part II.
Visualisasi ketat dan detail ini mungkin membawa kesenangan tersendiri bagi penggemar novel Dune. Benak mereka akan sibuk membandingkan pemahaman mereka yang diperoleh dari novel dengan tiap adegan film. Tidak begitu dengan penonton yang tidak pernah mereka membaca novel Dune.
Sementara menonton, penonton tanpa wawasan dari novel ini harus berusaha cukup keras untuk memahami film yang berbasis drama politik. Sebagian menyukai percakapan panjang, sebagian lagi belum tentu. Yang terakhir ini bisa jadi mati kebosanan saat menonton film berdurasi sekitar 2,5 jam ini. Singkatnya, film ini tidak cukup ramah dengan penonton yang tidak membaca novel Dune dan tidak menyukai drama politik dengan percakapan panjang.
Lalu, apakah ini berarti Dune adalah film yang buruk?
Terlepas dari kelemahan di atas, kekuatan Dune terletak pada efek visual dan tata suara. Kelebihan ini bisa membuka pintu bagi Dune untuk meraup nominasi Oscar tahun depan. Dengan kata lain, kelemahan Dune tidak berarti menenggelamkan kekuatan film ini.
Dengan begitu, kita mungkin perlu sedikit menahan diri untuk berkomentar lebih lanjut, karena puncak konflik dari novel Dune belum tersentuh. Dune Part II bisa jadi memuat ketegangan-ketegangan yang kita harapkan. Dengan kata lain, Dune Part I adalah kisah yang belum usai.
Sebagai kabar baik, negosiasi Dune Part II telah mencapai kesepakatan antara sutradara dan pihak studio. Sekuel Dune ini akan hadir sekitar dua tahun lagi. Mungkin saat itu kita akan punya pendapat berbeda dari pendapat kita saat ini. Mungkin saja. Siapa yang tahu?
Category : resensi
SHARE THIS POST