Bijak di Usia Senja: Pelajaran Hidup dari Cicero

slider
22 September 2025
|
416

Di hidup yang hanya sekali ini, kita tahu jika semua orang ingin panjang umur. Tetapi ironisnya, begitu memasuki usia lanjut, tidak sedikit yang justru mengeluh. Padahal, kata Marcus Tullius Cicero, seorang orator besar Romawi juga filsuf Stoik, Usia tua bukanlah akhir dari segalanya, melainkan fase penting dalam hidup untuk menemukan kebijaksanaan baru.

Cicero hidup pada masa Republik Romawi yang saat itu sedang mengalami gonjang-ganjing. Pada usia 62 tahun, ia sudah tidak lagi berada di garis depan politik. Saat itu ia juga kehilangan putrinya bernama Tullia, sehingga merasakan duka yang mendalam. Ia mulai merenungkan apa arti hidup yang baik tanpa kekuasaan, kemegahan atau kekuatan fisik. Kemudian, untuk mengurangi rasa sedihnya, ia memutuskan menulis sebuah buku berjudul De Senectute (44 SM). Buku ini semacam nasihat batin” kepada dirinya sendiri yang dibungkus sebagai dialog filosofis.

Tulisan ini akan mencoba menyajikan gagasan Cicero dari hasil mengikuti gelaran Ngaji Filsafat ke-479: Marcus Tullius Cicero - Bijaksana di Usia Tua. Pemikiran Cicero ini sebenarnya mewakili pada satu pertanyaan sederhana yang tidak pernah alpa menjadi pembahasan: Bagaimana caranya menua dengan bijaksana dan bahagia?

Usia Tua: Antara Harapan dan Rasa Kehilangan

Dum spiro, spero.” Selama aku bernapas, aku berharap, begitu kata Cicero. Kalimat sederhana itu menyimpan optimisme dalam menjalani kehidupan. Bahwa sepanjang kita masih diberi napas, maka kita masih memiliki peluang dan kesempatan untuk belajar, berkarya, bahkan memulai lagi sesuatu hal baru. Usia tua tidak otomatis dimaknai sebagai suatu penyesalan bahkan putus atas.

Cicero menjelaskan persoalan utamanya bukan soal umur yang bertambah, melainkan soal mindset. Beberapa ada yang melihat usia tua sebagai beban, ada pula yang justru melihatnya sebagai kesempatan. Manusia hakikatnya adalah makhluk pencari makna, umumnya kita tidak cukup berhenti pada fakta, namun akan berlanjut dalam pencarian makna. Jadi, bagi mereka yang mencari hal-hal baik pada dirinya, apa pun yang alam berikan padanya akan terasa lebih mudah.

Jika manusia sibuk mencari kekurangan, semakin tua akan menjadi semakin menggelisahkan. Namun, jika kita fokus pada hal-hal baik, pada pengalaman, kebijaksanaan, ruang untuk bersyukur, maka usia tua justru bisa menjadi anugerah.

Empat Alasan Mengeluhkan Usia Tua

Cicero telah merangkum setidaknya ada empat alasan mengapa orang sering mengeluhkan usia lanjut. Pertama, usia lanjut sering dianggap menjauhkan diri dari kehidupan yang aktif. Sewaktu muda, tangan dan pikiran bisa berkontribusi lebih banyak. Di masa tua, rasa tidak berdaya lebih sering muncul karena kesempatan berkarya yang mulai menyempit. Sebelumnya pada semasa muda mampu berkontribusi untuk orang lain, namun kini berubah hanya menyaksikan dari jauh.

Kedua, ketuaan juga sering dikaitkan dengan tubuh yang melemah. Energi semasa muda tentu berlimpah, seiring waktu pelan-pelan akan menurun sehingga aktivitas fisik terasa lebih berat. Membayangkan menjalani hari dengan kondisi tubuh yang merapuh terasa mengerikan, terutama bagi mereka yang biasa aktif dan produktif.

Ketiga, usia tua kerap melucuti banyak kenikmatan duniawi. Nikmat makan dan minum yang sebelumnya terasa penuh kepuasan, mulai berkurang karena keterbatasan kemampuan tubuh. Pergi ke tempat-tempat baru atau mencoba hal-hal yang menyenangkan tidak lagi sebebas sewaktu muda. Tidak bisa lagi makan sembarangan, tidak bisa lagi begadang semaunya, tidak bisa lagi berlari sejauh masa muda. Di sini akan timbul semacam rasa kehilangan menikmati hidup” yang menua terlihat menakutkan.

Keempat, yang paling menakutkan bagi sebagian orang saat menua adalah kedekatan dengan kematian. Semakin bertambah umur, terlihat semakin jelas garis tips antara kehidupan dan akhirnya. Pemikiran tentang waktuku sudah tak lama lagisemakin menimbulkan kecemasan, terlebih bagi mereka yang belum siap bekal dalam menghadapi kehidupan setelah mati.

Aktivitas dan Kelemahan Fisik di Usia Tua: Wajar, Bukan Bencana

Dalam realitas sekarang, ada yang mengatakan bahwa orang tua akan menjadi tidak produktif. Cicero menolak anggapan ini. Ia justru memberikan sebuah analogi yang menarik. Seorang kapten kapal biasanya adalah mereka yang sudah berusia tua, ia tetap melakukan tugas penting meski hanya duduk tenang di buritan. Namun, lihatlah bahwa tugasnya itu memegang kemudi, bukankah itu justru peran yang krusial? Mereka tidak perlu berlari-lari atau mengangkat beban berat. Aktivitasnya terletak pada memberi arahan, nasihat, dan kebijaksanaan. Ini adalah bentuk aktivitas yang bernilai tinggi.

Masa muda adalah waktu untuk mengumpulkan pengalaman, sedangkan masa tua adalah untuk menafsirkan dan membagikannya. Memang begitu penting mendapat ilmu dari buku yang kita baca, tetapi ilmu yang didapatkan dari pengalaman langsung jauh lebih berharga. Maka, menua adalah kesempatan untuk menuai dan membimbing.

Jangan mengeluhkan turunnya kekuatanmu, tapi manfaatkan sisa kekuatan yang ada secara maksimal.” Cicero menanggapi dengan santai terkait melemahnya manusia saat memasuki usia tua. Katanya, tubuh memang melemah. Tetapi seringkali penyebab utama kelemahan bukanlah usia, melainkan gaya hidup semasa muda yang sembrono.

Kalau saja sejak muda kita sudah terbiasa menjaga makan, tidur, dan rajin olahraga, maka menua dengan tetap sehat bukan sebuah ketidakmungkinan. Sekalipun ada bagian fisik yang melemah, itu sesuatu yang wajar. Ada pemakluman di masyarakat yaitu tidak menuntut orang tua mengangkat beban atau berlari dengan cepat. Bagian yang terpenting adalah menggunakan sisa kekuatan dengan pantas, semaksimalnya.

Penghargaan dan Panen di Usia Tua

Cicero menekankan, pada usia tua hanya indah jika masa mudanya dijalani dengan baik. Hidup itu seperti menanam. Kalau kita menabur benih kebaikan di masa muda, maka usia tua akan menjadi panen yang indah. Usia tua menjauhkan kita dari syahwat yang sering menjerumuskan. Kalau masa muda dihabiskan dengan ambisi, nafsu, dan persaingan, maka usia tua adalah saat kembali tenang.

Tak ada kepuasan yang lebih besar selain usia lanjut yang santai, yang dibaktikan untuk ilmu pengetahuan dan pembelajaran.

Kenikmatan usia tua bukan pada porsi besar daging panggang atau pesta semalaman, tetapi pada percakapan bermakna, membaca, menulis, beribadah, menikmati persahabatan, atau sekadar menghirup udara pagi dengan tenang. Maksudnya, orang yang menua akan merasa bermakna saat menyadari masa mudanya telah dihabiskan dengan bijak untuk belajar dan berjuang.

Mahkota kemuliaan usia lanjut ialah penghormatan. Tetapi itu hanya diberikan kepada mereka yang fondasi mudanya kuat.

Kalau di masa muda seseorang malas, sembrono, tidak bertanggung jawab, jangan harap di usia tuanya bisa tiba-tiba membawa kebijaksanaan. Usia hanyalah angka, karakter tetaplah kunci untuk mendapat kehormatan.

Menghadapi Kematian

Pembahasan mengenai kematian terasa sulit. Banyak orang tua yang takut karena merasa waktunya tinggal sedikit. Padahal menurut Cicero, kematian adalah hal paling alami di dunia. Ada dua kemungkinan: pertama, kematian menghancurkan jiwa, maka tidak perlu ditakuti. Kedua, kematian membawa jiwa ke tempat abadi, maka ia justru patut dirindukan.

Sebenarnya, tidak ada alasan untuk takut mati. Lebih mengerikan jika seseorang mempunyai hidup panjang tetapi tidak pernah belajar bahwa mati itu hal yang alami. Rasa takut pada kematian yang berlebih justru dapat membuat kita lupa memanfaatkan waktu yang tersisa dengan baik. Maka, hiduplah seperti pemanah. Saat persiapan, kerahkan segala daya untuk memanah dengan tepat, tetapi setelah anak panah dilepaskan, pasrahkan hasilnya. Begitu juga dengan hidup, maksimalkan ikhtiar yang kita bisa, lalu serahkan hasilnya pada Tuhan.

Penutup: Usia Tua Sebagai Anugerah

Dalam gelaran Ngaji Filsafat ke-479: Marcus Tullius Cicero - Bijaksana di Usia Tua edisi Menua dengan Bahagia di Masjid Jendral Sudirman Yogyakarta, Rabu, 13 Agustus 2025, Pak Faiz menyampaikan sebuah kutipan yang menarik dari tokoh yang dibahas, Aku suka dengan seorang pemuda yang punya sedikit unsur tua, dan aku mengagumi seorang tua yang tetap punya selera muda.”

Artinya, anak muda yang bijaksana itu keren, tetapi orang tua yang tetap bersemangat muda itu juga lebih keren. Menua bukanlah suatu kutukan, namun ia adalah anugerah. Menua adalah “kesempatan kedua” dalam menjalani hidup yang lebih jernih. Jika semasa muda sudah dipenuhi ambisi, persaingan, kegaduhan, maka usia tua seharusnya menjadi ruang untuk menata ulang, berbagi, dan mendekat pada yang abadi.

Akhirnya, kebahagian di usia lanjut sangat ditentukan oleh karakter, mindset, dan kebijaksanaan. Dalam filsafat Islam biasa disebut sebagai panen amal, Taoisme melihatnya sebagai kembalinya harmoni, dan Stoikisme mengajarkan menerima dengan lapang dada. Semua bermuara pada satu hal: usia tua bukanlah akhir, melainkan puncak dari kedewasaan. Selama kita masih bernapas, kita masih mempunyai harapan.

Referensi:

Ngaji Filsafat 479: Marcus Tullius Cicero - Bijaksana di Usia Tua edisi Menua dengan Bahagia bersama Dr. Fahruddin Faiz di Masjid Jendral Sudirman Yogyakarta, pada Rabu, 13 Agustus 2025.


Category : catatan santri

SHARE THIS POST


ABOUT THE AUTHOR

Vira Prajna Cantika

Alumni Ekonomi Islam UII. Bergiat di Komunitas Literasi Masjid MJS Project