Sebelum Ngaji Filsafat

03 Juli 2019
|
1132

Akhirnya, Ngaji Filsafat akan segera dimulai kembali pada Rabu, 3 Juli 2019. Sebagai santri Ngaji Filsafat, saya merasa senang dan bahagia mengetahui informasi tersebut. Perasaan ini merupakan akumulasi kerinduan akan suasana Ngaji Filsafat. Kerinduan mendengarkan suara guru kami, Fahruddin Faiz. Rindu akan keriuhan obrolan sebelum ngaji dimulai. Rindu akan kesyahduan dikala ngaji berlangsung dan rindu melihat suasana keintiman obrolan ringan para santri dengan santri lainnya selepas ngaji. Rindu itu memang berat, kamu tak akan kuat lur, biar para santri Ngaji Filsafat aja.

Sebelum Ngaji Filsafat kembali aktif, saya mengingatkan kembali terutama untuk diri saya sendiri. Ada hal-hal penting yang saya kira perlu kita tegaskan kembali. Penegasan ini sebenarnya salah satu bagian inti sebelum mengikuti (lagi) Ngaji Filsafat. Apa saja yang perlu kita tekankan lagi? Mengapa hal itu penting ditekankan? Di bawah ini saya akan mencoba menjelaskannya.

Fahruddin Faiz dalam Sebelum Filsafat Pemahaman Awal Untuk Para Peminat Filsafat (2014) menyajikan semacam ‘terapi’ mental bagi siapapun yang ingin—sebelumnya—merealisasikan niat dalam mempelajari filsafat. Mendengar kata “Filsafat” seringkali orang dihantui oleh asumsi-asumsi yang kurang baik mengenainya. Walhasil, filsafat sebagai induk pengetahuan bahkan menjadi piranti untuk mengasah kebijaksanaan diri, tidak menjadi pokok perhatian.

Dalam kaitan dengan hal tersebut, saya melihat ada baiknya juga menengok kembali beberapa hal sebelum Ngaji filsafat, sekedar untuk dipertegas kembali. Penegasan ini merupakan semacam bentuk reminder (pengingat) sebelum mengikuti ngaji bagi peminat filsafat ataupun santri Ngaji Filsafat. Jangan-jangan masih ada asumsi-asumsi miring terkait berfilsafat dalam ngaji. Ada dua hal yang saya kira sangat mendasar perlu disajikan dalam tulisan ini sebelum (kembali) Ngaji Filsafat. Kedua hal itu adalah memperjelas konsep dan menganalisis.

Memperjelas konsep

Dari Ngaji Filsafat pada dasarnya mencoba mengantarkan pada segala sisi terkait, meminjam istilah Fahruddin Faiz dalam Sebelum Filsafat, petak-petak “sawah” filsafat. Petak-petak “sawah” filsafat yang dimaksud adalah ontologi, epistemologi, aksiologi, dan logika. Materi yang tersaji dalam setiap sesi Ngaji Filsafat sudah pasti tidak keluar dari petak-petak tersebut.

Dalam Ngaji Filsafat kita diantarkan pada hamparan petak-petak besar “sawah” filsafat yang rutin diadakan setiap hari Rabu malam pukul 20.00 WIB. Agar kita tidak terjebak pada rutinitas belaka, melupakan makna maupun hikmah dalam setiap ngaji, kiranya kita perlu terus memperjelas setiap konsep yang disampaikan dalam setiap sesi Ngaji Filsafat. Caranya tentu bisa dengan merujuk kembali tema, tokoh, maupun pemikiran yang pernah disampaikan pada kesempatan Ngaji Filsafat. Hal senada juga sering disampaikan oleh Pak Faiz dalam setiap ngaji. Beliau selalu menekankan untuk tidak hanya berhenti pada apa yang beliau sampaikan, tetapi juga perlu pembacaan lebih dalam lewat sumber-sumber pokok lainnya.

Menganalisis

Analisis diperlukan agar bisa menempatkan objek permasalahan dalam porsi dan proporsi yang tepat. Dalam kaitan dengan Ngaji Filsafat, analisis menjadi satu hal penting untuk dipertegas lagi. Objek kajian Ngaji Filsafat yang cukup beragam dengan bervariasi fokus tema, tokoh, maupun pemikiran memerlukan analisis secara tekstual dan kontekstual.

Analisis seperti ini, sejauh asumsi saya, penting ketika kita berusaha menyerap apa yang disampaikan Pak Faiz pada setiap kesempatan Ngaji Filsafat dan menerapkan atau mempraktikkan hasil ngaji untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Sehingga kita tidak terjebak dalam teks saja, namun bijaksana ketika menempatkan nilai-nilai Ngaji Filsafat dalam porsi dan proporsi yang pas.

Sedikit itu dulu kiranya. Bagi kita para santri Ngaji Filsafat—baik online dimanapun berada maupun offline—tanpa bermaksud menggurui bahwa sebelum Ngaji Filsafat dimulai, kalau kurang dengan senang hati bisa ditambahkan. Kita perlu mengevaluasi kembali diri kita masing-masing agar tetap terarah. Berada dalam jalur “belajar menuju kemulyaan dengan Ngaji Filsafat” yang juga merupakan salah satu titah yang diinginkan oleh filsafat.

Sebagaimana tulisan saya sebelumnya tentang Ngaji Filsafat Itu Ngaji Diri, mari bersama kita jangan henti-hentinya dan jangan pernah bosan untuk selalu mengaji diri. Ngaji diri baik sebelum ngaji semesta, eksistensi dan esensi hidup secara umum maupun ngaji diri sebelum Ngaji Filsafat khususnya. Sampai jumpa pada setiap gelaran Ngaji Filsafat.


Category : catatan santri

SHARE THIS POST


ABOUT THE AUTHOR

Ismail

Mahasiswa Pascasarjana Interdisciplinary Islamic Studies UIN Sunan Kalijaga, Santri Ngaji Filsafat