Platonic Love

23 Oktober 2017
|
1589

Aku mencintaimu bukan karena apa agamamu dan bagaimana fisikmu. Tetapi, aku mencintaimu karena ada ruh Tuhan yang bersemayam dalam dirimu.
Saya sangat terkesan dengan salah satu quote yang ditulis oleh Platon: At the touch of love, everyone becomes a poetÔÇökalau sudah jatuh cinta, seseorang akan menjadi puitis. Barangkali, benar adanya bahwa cinta membuat orang menjadi gila. Ketika seseorang jatuh cinta, maka yang ada dalam pikirannya hanyalah orang yang ia cintai. Berbagai cara akan dilakukan untuk menunjukkan rasa cintanya, terlebih pada era milenial┬áketika media sosial menjadi salah satu wadah yang mumpuni untuk menampung kata-kata puitis. Ungkapan perasaan ÔÇ£Aku cinta kamuÔÇØ kini tidak lagi dioralkan di depan orang yang dicintai ataupun diselipkan di setiap doa. Namun, diumumkan di media sosial dengan berbalut bahasa yang dapat menggunggah jiwa setiap pembacanya. Ketika seseorang telah jatuh cinta, yang ada hanyalah orang yang ia cintai sehingga muncullah kalimat-kalimat seperti: Aku sangat mencintaimu, apa pun akan kulakukan untukmu; Gunung yang tinggi akan kudaki, laut yang luas akan kuseberangi; Hanya kita berdua yang ada di dunia ini, yang lain ngontrak. Jalan berpikir orang yang sedang jatuh cinta akan patah seketika karena cinta memiliki jalan berpikirnya sendiri. Namun, perlu diketahui bahwa jatuh cinta berawal dari kebutuhan untuk mencari sesuatu yang baik. Seseorang yang jatuh cinta akan mencari dari apa yang tidak ia punya di dalam dirinya. Ia sadar bahwa ada kekurangan di dalam dirinya sehingga ingin mencari kebaikan dari orang lain untuk melengkapi kekurangannya tersebut. Cinta, kata Platon, itu ibarat kereta bersayap dengan dua kuda (hitam dan putih) yang dikendalikan oleh sais (kusirnya). Kuda hitam lambang dari nafsu-nafsu rendah, sementara kuda putih lambang dari hasrat dan harga diri. Sais adalah lambang dari rasio, sementara sayap simbol dari eros atau cinta itu sendiri. Jadi, kita ibarat kereta yang dikendalikan oleh akal. Jangan sampai akal kita menjadi mati. Jika akal mati, maka kita akan sama dengan binatang yang tak mempunyai akal pikiran. Orang yang jatuh cinta harus menggunakan akalnya. Oleh karena itu, Platon membagi cinta ke dalam tiga jenis, yaitu: cinta jasmaniah, cinta persahabatan, dan cinta ketuhanan. Orang yang jatuh cinta karena melihat faktor fisik, maka level cintanya masih berada pada level dasar. Mencintai seseorang karena kecantikan atau ketampanan itu termasuk cinta karena faktor fisik. Ketika orang yang ia cintai sudah mulai menua, keindahan itu mulai dimakan zaman sehingga ia tidak lagi mencintainya. Cara mencintai secara jasmaniah seperti itu baru sampai pada level mawaddah, belum mahabbah ataupun rahmah (penuh cinta). Cinta harus selalu naik kelas, bukan sekadar cinta fisik. Jika cintamu sudah pada level tertinggi, yaitu rahmah, maka hidupmu akan menjadi sakinah. Pada level kedua, ada cinta persahabatan. Cinta persahabatan merupakan jenis perasaan cinta yang ditujukan kepada semua orang. Cinta kategori ini lahir karena didorong oleh ketulusan hati untuk kebahagiaan orang lain. Ketiga, level yang paling tinggi dalam mencintai adalah level cinta ketuhanan. Sebuah perwujudan dari karunia Tuhan dan cintaNya kepada manusia. Cinta ketuhanan ini sejalan dengan quote di atas bahwa mencintai seseorang bukan dilihat dari ÔÇ£apa agamamu dan bagaimana fisikmuÔÇØ tetapi karena ÔÇ£aku mencintaimu sebab ada ruh Tuhan dalam dirimu.ÔÇØ Jadi, atas nama manusia kita sudah semestinya mencintai sesama karena kita semua adalah bersaudara. Tak peduli apa pun agamanya, ketika ada musibah, kita tetap saling membantu. Jangan sampai saling mencaci-maki, mengadu-domba, ataupun menyebar fitnah karena Nabi Muhammad Saw. tak pernah mengajarkan hal yang demikian. Beliau selalu menunjukkan sebaik-baiknya sikap kepada umatnya. Ketika dicaci-maki, diludahi, dan difitnah, beliau tidak marah. Atas nama cinta, beliau tidak membalas balik perbuatan tersebut. Beliau justru merangkul orang tersebut karena sadar bahwa cinta tak memandang seseorang itu beragama A, B, atupun C. Cinta juga tak memandang seseorang itu cantik atau tampan. Beliau sadar bahwa apa yang harus ditanamkan di dalam hati adalah mencintai seseorang karena ada ruh Tuhan di dalam diri orang tersebut. Inilah cinta yang disebut Phaedrus (Phaedrus┬ádiperkirakan terbit sekitar 370 S M, ditulis oleh Platon, merekam dialog antara Platon sebagai protagonis, dengan Socrates, dan Phaedrus, seorang teman berdiskusi dalam beberapa dialog) sebagai devine madness, kegilaan ilahiah yang inspiratif dan intuitif sehingga membuat seseorang berperilaku berbeda dari sikap keseharian yang dianggap ÔÇÿnormalÔÇÖ. Kegilaan ilahiah akan bermuara pada pemahaman bahwa semesta berbahan dasar cinta, berproses menjadi dan mengada termasuk kita di dalamnya. Hippocrates (460-377 SM), seorang dokter dari Yunani, mengatakan bahwa cinta merupakan sumber kebahagiaan yang membuat kita berhubungan dengan sesama, alam semesta, dan Tuhan. Cinta dapat memengaruhi segala sesuatu, termasuk binatang, tumbuhan, sehingga kapan pun cinta diperoleh harus dipertahankan. Alkisah, pada suatu ketika ada seorang perempuan tunasusila memberi minum pada seekor anjing tapi dengan tulus cinta sehingga Allah memasukkannya ke surga. Cerita itu menunjukkan bahwa cinta tahu kepada siapa ia akan berlabuh, termasuk kepada binatang sekalipun. Segala sesuatu diciptakan oleh Tuhan, lalu mengapa kita harus memilah dan memilih kepada siapa cinta itu akan disematkan? Bukankah Tuhan Mahapengasih dan Mahapenyayang yang tak pernah pilih kasih terhadap seluruh makhluk ciptaan-Nya? Sebenarnya, jika kita menanamkan cinta di dalam diri kita, maka ia akan tumbuh rindang. Namun, kebanyakan orang tidak melakukan hal itu. Cinta hanya menjadi sebuah pajangan yang terlihat indah, tetapi tidak menyejukkan sehingga tidak heran bila sekarang kita mengalami krisis cinta. Sekarang negeri kita menjadi ÔÇ£negeri para pelaporÔÇØ. Beginilah jadinya jika faktor emosional diikutsertakan dalam cinta. Apabila cinta terikat dengan faktor emosional, maka yang akan lahir adalah kepedihan dan penderitaan. Maka dari itu, bangun cinta kembali karena cinta yang sesungguhnya adalah cinta yang tak mengedepankan ego dan keakuan! Cinta itu kemudaan. Cinta itu cantik. Cinta itu menciptakan empat kebajikan: keadilan, kesederhanaan, keberanian, dan kebijaksanaan. Jika semua orang mempunyai empat kebajikan tersebut, maka kita tidak lagi mengalami krisis cinta. Tidak ada lagi pertanyaan dan pernyataan di dalam batin, ÔÇ£Kamu agamanya apa? Kamu bukan dari golonganku! Kamu tidak senegara denganku!ÔÇØ Dengan begitu, tidak ada lagi rasisme karena yang ada adalah kita semua bersaudara; aku cinta kamu; kamu cinta aku. Pada akhirnya, terciptalah kedamaian di atas dunia tanpa ada sekat yang membatasinya. Oleh karena itu, Platon berpesan, ÔÇ£Jangan biarkan siapa pun menyewa otakmu, kecuali penyewa yang baik! Sebab cinta adalah kegembiraan dalam kebaikan. Jika otakmu sudah disewa oleh penyewa yang tidak baik, maka alamat hidupmu akan amburadul dan jatuh pada lubang kesengsaraan.ÔÇØ

Category : catatan santri

SHARE THIS POST


ABOUT THE AUTHOR

Silmi Novita Nurman

@moratorium_senja