Mencermati Keesaan Tuhan

slider
10 Februari 2020
|
931

Mengulas sedikit perihal keesaan. Ketika ingatan seorang mahasiswa bernama Mamad dibawa masuk ke dalam sebuah ruang tanya yang begitu besar namun minim penerangan, hanya terlihat gambaran pertanyaan yang membingungkan perihal kejelasan kepemilikan antara makhluk dan Sang Khalik. Sampai muncullah teka-teki, siapa aku? Siapa Tuhan? Siapa pemilikku? Siapa pemilik Tuhan?

Pertanyaan itu awalnya hanya sekadar kedipan dalam hati, artinya tidak meluap-luap sampai menembus telinga orang lain. Semata hal ini menjadi renungan pribadi yang tidak biasa dan semakin membingungkan diri Mamad. Semakin Mamad mencari jawaban atas tatanan pertanyaan dengan tanda tanya besar itu, semakin besar kebingungan yang muncul menerpa pikirannya.

Hingga pada suatu saat, Mamad berada di kerumunan mahasiswa yang sedang bersantai di gubuk kantin kampus menanti jam masuk kelas perkuliahan. Saat itu, telinga Mamad mendengar diskusi lirih—namun cukup terdengar—obrolan membahas persoalan yang selama ini ia pikirkan secara pribadi. Sekerumunan mahasiswa tadi mendiskusikan tema yang berhubungan dengan tauhid dan tasawuf, dan Mamad terus memfokuskan pendengarannya.

Setelah beberapa menit kemudian, tepatnya pukul 10:20 WIB, artinya menunjukkan waktu masuk kelas perkuliahan, lalu mereka beranjak pergi menuju kelas perkuliahan masing-masing. Sedangkan Mamad, masih ditempat itu dan memikirkan beberapa hasil dari pendengarannya tadi, yakni berisikan pernyataan bahwa setiap dari manusia berhak memiliki Tuhan, tidak ada manusia yang tidak memiliki Tuhan.

Pernyataan yang Mamad dapatkan dari hasil pendengaran yang tidak sengaja tersebut, pada mulanya diterima sebagai jawaban atas renungannya. Mamad berpikir bahwa setiap seseorang pasti memiliki Tuhan. Hal itu sudah menjadi sesuatu yang lazim didengar dan dibicarakan. Hal tersebut membuat Mamad berpikir kembali dan merenungkannya. Kemudian Mamad menjadi tenang dan nyaman karena telah menemukan jawaban atas pertanyaanya dengan argumen bahwa setiap manusia memiliki Tuhan.

Namun, setelah beberapa hari kemudian, argumen tersebut mulai diragukan kembali oleh Mamad. Entah datang dari mana, tiba-tiba pertanyaan kembali muncul di pikirannya terkait pernyataannya yang menyatakan bahwa setiap manusia memiliki Tuhan. Mamad berpikir dan merenungkan setiap kebingungan barunya itu. Menurutnya, seandainya setiap orang memiliki Tuhan, bisa diartikan Tuhan itu banyak. Hal ini muncul dari pikiran, bahwa pemahaman akan ketuhanan antar satu orang dengan orang lain berbeda, begitupun dengan keyakinan jika Tuhan bisa dimiliki, tentunya setiap orang pasti memperebutkannya, namun dalam realitasnya tidak ada yang memperebutkan Tuhan. Mereka sangat tenang dan nyaman bahwa mereka memiliki Tuhan yang mereka yakini. Sedangkan dalam keyakinan Mamad, Tuhan itu Esa dan tidak mungkin banyak.

Akibat dari kebingungan barunya setelah menemukan jawabannya di awal pertanyaan, Mamad kembali merenung atas dugaan-dugaannya. Renungan Mamad dalam menemukan kelogisan terkait persoalan ketuhanan dicarinya secara otodidak hingga ia hampir memberontak atas setiap pernyataan dan pertanyaan yang belum terjawab. Sampai akhirnya pada suatu momentum, ia merasa bingung sekali, lalu berusaha mencari seseorang yang kiranya bisa mengarahkannya dekat dengan jawaban atas renungannya. Beberapa hari kemudian Mamad meminta bantuan kepada temannya yang ia ketahui aktif dalam pengajian dan temannya pun menyanggupinya.

Setelah keduanya bersepakatan, malam harinya Mamad diantar oleh temannya itu untuk dipertemukan dengan gurunya di pengajian. Sesampainya di tempat tersebut, pengajian belum dimulai, Mamad pun turun dan bersalaman dengan guru temannya. Kemudian Mamad ditanya oleh sang guru terkait identitasnya. Setelah itu, Mamad menyampaikan maksud dengan menceritakan semua kebingungannya kepada sang guru. Hingga, akhirnya sang guru pun menjawab pertanyaan Mamad dengan tidak memberikan jawaban tepat, melainkan permisalan dengan nalar logis.

Sang guru memberikan gambaran logis terkait permasalahan itu. Sang guru tidak memberikan secara lugas jawaban tanpa adanya proses berpikir, sehingga tidak ada jawaban taklid buta. Adapun gambaran jawaban berupa gambaran kelogisan berpikir yakni pengandaian berikut: Seandainya Tuhan dimiliki oleh manusia, kira-kira yang kuasa manusia atau Tuhan? Kemudian sang guru memberikan gambaran lagi, seandainya Tuhan dimiliki oleh setiap manusia, bisa diartikan Tuhan berada dalam ‘kendali’ manusia. Sedangkan tidak kuasanya Tuhan itu mustahil (tidak mungkin) dan kuasanya manusia atas Tuhan itu juga mustahil. Dari sini Mamad berhasil menemukan alur berpikir baru dan mendapatkan argumen yang menurutnya logis dan kuat.

Hingga sekarang, Mamad sudah berkomitmen atas penemuannya, entah suatu saat adakah yang bisa mempengaruhi komitmennya atau tidak. Sekarang ia berpikir bahwa manusia itu makhluk bertuhan, maknanya manusia butuh akan Tuhan. Hal ini menandakan bahwa Tuhan wajib kuasa atas manusia. Sehingga, manusia tidak memiliki Tuhan, melainkan Tuhan yang memiliki manusia. Manusia hanya bisa berupaya untuk bertuhan dengan caranya, dan Tuhan memiliki kebolehan atas seluruh apa saja yang dimilikinya (termasuk manusia dan makhluk selainnya) sebagai gambaran kuasa Tuhan.


Category : kolom

SHARE THIS POST


ABOUT THE AUTHOR

M. Khusnun Niam

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta