Konsep Umat yang Terbaik
Khutbah Jumat | Jumat, 27 Desember 2024 | Masjid Jendral Sudirman Yogyakarta | Khotib: Ust. Drs. Asrori, M.A.
Seperti khutbah Jumat pada biasanya, Ust. Drs. Asrori mengawali dengan berfatwa kepada jamaah untuk senantiasa berusaha sesuai kemampuan meningkatkan iman serta takwa dengan cara melaksakan segala perintah-Nya, menjauhi semua laranganNya. Khotib juga mengajak untuk senantiasa bersyukur atas nikmat iman yang telah diberikan Allah Subhanahu wata’ala. Di antara nikmat yang telah Allah berikan akan kita masih diberikan kemampuan untuk melaksanakan shalat Jumat di Masjid Jendral Sudirman dalam keadaan sehat wal afiat. Kemudian Ust. Drs. Asrori membacakan Al-Quran surah Ali ‘Imran ayat 110:
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ ١١٠
Artinya, “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (selama) kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Seandainya Ahlulkitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik”.
Dalam ayat di atas terdapat empat poin penting. Pertama, konsep umat terbaik. Kedua, aktivisme sejarah. Ketiga, pentingnya kesadaran. Keempat, etika profetik atau etika kenabian.
Diawal surat kata كُنْتُمْ berarti kalian semua adalah umat yang terbaik, “kuntum” dapat bermakna individu atau juga kelompok. individu dapat diartikan orang awam, cendekiawan maupun ilmuwan. Sedangkan kelompok bisa bermakna umat, masyarakat atau organisasi.
Konsep umat terbaik dalam Al-Qur'an tidak diberikan secara cuma-cuma atau seperti kita mendapatkan cek kosong yang bisa diisi semaunya. Berbeda dengan konsep Yudaisme (Orang-orang Yahudi) yang merasa sebagai orang-orang yang unggul, orang-orang yang baik. Maka mereka bebas untuk melakukan penindasan, penjajahan bahkan sampai melenyapkan satu bangsa.
Berbeda dalam konsep Islam kita disebut sebagai umat yang terbaik اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ yang harus berada di tengah-tengah umat manusian lainnya, harus bersosialisasi, bermasyarakat. Sehingga jika ada yang mengatakan dengan istilah menyendiri (uzlah ataupun mungkin wadat) dan lain-lain itu bukanlah bukan konsep Islam. Karena konsep Islam ialah umat yang baik yaitu orang-orang yang berada di tengah-tengah umat. Oleh karena itu, Rasulullah sallahu alaihi wasallam setelah menerima wahyu diangkat sebagai seorang nabi dan rasul, beliau keluar dari Gua Hira turun gunung untuk melakukan tiga hal yaitu:
Pertama, amar ma'ruf nahi munkar atau humanisasi. Kedua, watanhauna anil munkar atau liberasi. Ketiga, antu minu billah atau transendensi (Allah mempunyai otoritas yang mutlak).
Pada penyampaian khutbahnya, Ust. Drs. Asrori hanya membahas mengenai poin ke dua yakni watanhauna anil munkar atau liberasi, yang berarti mencegah terjadinya satu kemungkaran, kemaksiatan, dan kejahatan, Dalam hal ini, kita mempunyai kewajiban untuk melakukannya. Karena jika tidak berusaha untuk mencegah dan merubahnya, maka Allah SWT akan menimpakan azab kepada semua umat manusia yang berada di lingkungan sekitarnya tanpa terkecuali, baik yang melakukan maksiat maupun tidak.
Seseorang yang tidak melakukan kemungkaran terkena imbasnya, sebab mendiamkan kemungkaran tanpa adanya usaha untuk berbuat suatu kebaikan, termasuk orang alim. Rasulullah Saw mengingatkan kepada kita, jika ada di antara kalian sudah merajalala suatu kemunkaran, kemaksiatan kemudian tidak ada yang berusaha merubah atau menghilangkanya, maka Allah SWT akan memberikan azab.
Sama seperti ketika ada orang melakukan tindak pidana lalu kita mendiamkan dengan tidak melaporkan kepada pihak berwajib, maka kita termasuk melakukan kesalahan. Kita harus berupaya mengubahnya dan menghilangkannya sesuai dengan kemampuan, karena itu merupakan kewajiban bagi kita sebagai umat yang menyandang predikat khaira ummah. Rasulullah bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ
Artinya, “Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman” (HR. Muslim no. 49).
Memberantas kemungkaran sesuai dengan kemampuan kita dengan semaksimal mungkin. Semisal ketika kita mempunyai kekuasaan, maka rubahlah dengan kekuasaannya. Sebagai contoh misalnya pekan lalu Gubernur Yogyakarta mengeluarkan intruksi Nomor 5 Tahun 2024, untuk mengoptimalkan pengendalian dan pengawasan terhadap peredaran minuman beralkohol di wilayah DIY.
Pemerintah bekerja sama dengan tiga organisasi Islam besar DIY seperti Nahdlatul Ulama, Muhamadiyah, dan Majelis Ulama Indonesia. Kemudian diikuti bersama-sama masyarakat sepakat untuk memberantas peredaran minuman beralkohol. Dalam hal ini, berarti pejabat dan organisasi kelompok sudah melakukan watanhauna anil munkar sesuai kemampuan, yaitu dengan kekuasaannya dengan membuat SK maupun membuat kesepakatan.
Allah SWT memberikan azab kepada para pelaku kemaksiatan sama seperti ketika kita melenyapkan insekta tertentu seperti nyamuk dalam satu lingkungan menggunakan obat kimia, dengan cara disemprot maka yang akan mati, tidak hanya nyamuk tetapi semua habitat di dalamnya akan mati, seperti semut, kecoa dan binatang yang ada dalam lingkungan tersebut.
Maka dari itu, kita sebagai umat Nabi Muhammad serta untuk melaksanakan perintah Allah dalam hal kemungkaran, sedapat mungkin merubahnya dengan sekuat daya kemampuan yang dimiliki. Dengan usaha yang dilakukan, semoga Allah tidak akan menimpakan azab kepada kita.
Category : kolom
SHARE THIS POST