Imam Hasan al-Bashri

slider
01 Mei 2020
|
3984

Abu Sa’id al-Hasan ibn Abil-Hasan Yasar al-Bashri (lahir di Madinah pada 642 M, meninggal pada 10 Oktober 728 M di Basra, Irak). Al-Hasan adalah Maula Al-Anshari. Ibunya bernama Khairah, budak dari Ummu Salamah yang dimerdekakan. Imam Hasan al-Bashri merupakan ulama dan cendekiawan muslim terkemuka, hidup pada masa awal kekhalifahan Bani Umayyah.

Ngaji Filsafat: Imam Hasan al-Bashri | Ngaji Filsafat 249 edisi Muhasabah | Bersama Dr. Fahruddin Faiz | Masjid Jendral Sudirman Yogyakarta | 11 Desember 2019.

 

Siapa?

  • Muslim: orang yang memasrahkan hati dan jiwa hanya kepada Allah SWT dan membuat nyaman seorang muslim dari gangguannya.
  • Mukmin: orang yang mengetahui bahwa apa yang dikatakan oleh Allah SWT, itu pulalah yang harus dilakukan, takut kepada Allah SWT, dan sekalipun ia menafkahkan hartanya setinggi gunung ia seakan-akan tidak dapat melihatnya (tidak menceritakannya).
  • Sufi: orang yang hatinya selalu bertakwa kepada Allah SWT dan memiliki ciri-ciri antara lain: berbicara benar, menepati janji, silaturahmi, menyayangi yang lemah, tidak memuji diri, dan mengerjakan yang baik-baik.
  • Fakih: orang yang zahid terhadap dunia dan senang terhadap akhirat, melihat dan memahami agamanya, senantiasa beribadah kepada Tuhannya, bersikap wara’, menjaga kehormatan kaum muslimin dan harta mereka, dan menjadi penasihat dan pembimbing bagi masyarakatnya.

Pandangan tentang dunia

“Dunia ini seperti ular, terasa mulus kalau disentuh tangan, tetapi racunnya dapat mematikan”.

“Dunia ini adalah seorang janda tua yang telah bungkuk dan beberapa kali ditinggalkan mati suaminya”.

“Dunia adalah negeri tempat beramal. Barang siapa bertemu dunia dengan rasa benci dan zuhud, ia akan berbahagia dan memperoleh faedah darinya. Namun, barang siapa bertemu dunia dengan perasaan rindu dan hatinya tertambat pada dunia, ia akan sengsara dan akan berhadapan dengan penderitaan yang tidak dapat ditanggungnya”.

“Tidaklah gambaran kehidupan dunia seluruhnya dari awal sampai akhirnya kecuali seperti seorang yang tidur, ia melihat dalam tidurnya apa yang dia senangi kemudian ia tersadar bangun”.

“Sesuatu yang fana’ betapa pun banyaknya tidak akan menyamai sesuatu yang baqa’ betapa pun sedikitnya. Waspadalah terhadap negeri yang cepat datang dan pergi serta penuh tipuan”.

Dunia itu hanya tiga hari saja: 1) Hari kemarin, sudah pergi dengan segala isinya (tanpa bisa diulang kembali). 2) Hari esok, yang mungkin saja engkau tidak bisa menjumpainya (lantaran ajal menjemputmu). 3) hari ini, itulah yang menjadi milikmu, maka isilah dengan amalan.

Surat kepada Umar bin Abdul Aziz

Amma ba’du, Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya dunia ini adalah tempat pengembaraan, bukan tempat tinggal untuk selamanya. Nabi Adam diturunkan ke dunia dari surga sebagai bentuk hukuman dari kesalahan yang pernah dilakukannya, maka berhatilah-hatilah dengan dunia.

Sesungguhnya orang yang sadar bahwa dirinya akan meninggalkan dunia akan selalu mempersipakan bekalnya untuk akhirat, dan orang yang selalu terikat dengan dunia, tidak akan sempat beramal untuk bekalnya di akhirat. Setiap saat, selalu ada yang menjadi korban tipu daya dunia. Barang siapa yang tersanjung oleh dunia, akan terhina. Barang siapa yang cinta dunia, akan kekurangan bekal untuk akhirat. Dunia ibarat racun, siapa yang memakannya, akan binasa.

Wahai Amirul Mukminin, jadilah seperti orang yang sedang mengobati lukanya, selalu sabar menahan perih sesaat demi menghindari penderitaan yang panjang. Ia selalu rajin mengobati lukanya agar tidak mengalami rasa sakit yang berkepanjangan. Berhatilah-hatilah dengan dunia yang penuh dengan tipu daya dan khayalan. Dunia terlihat indah tapi terhias dengan tipuan dan fitnah.

Wahai Amirul Mukminin, demi Allah dunia hanyalah mimpi, sedangkan akhirat adalah nyata. Di antara keduanya adalah kematian. Banyak para hamba yang terlena dengan mimpinya. Jika engkau selamat dari tipu daya dunia, maka engkau pun juga akan selamat dari huru-hara besar kekuasaan. Namun jika engkau tertipu, aku tidak menjamin engkau akan selamat”.

Cinta dunia

“Demi Allah aku tidak takjub terhadap sesuatu seperti takjubku kepada orang yang tidak menganggap cinta dunia itu sebagai dosa besar. Demi Allah sesungguhnya cinta kepada dunia adalah termasuk dosa besar. Bukankah semua cabang dosa besar itu disebabkan oleh cinta dunia? Bukankah berhala-berhala disembah, Allah didurhakai, karena cinta dunia? Maka seseorang yang tahu, tidak akan mengeluh akan kehinaan dunia, tidak akan berlomba mendekatinya dan tidak akan putus asa karena jauh darinya”.

Dialog dengan murid

“Wahai Abu Sa’id, pakaian apa yang paling engkau sukai?”

“Yang paling tebal, paling kasar, dan paling buruk di mata manusia”.

“Bukankah Allah itu Maha Indah dan menyukai keindahan?”.

“Wahai anakku, engkau telah salah paham. Andaikata keindahan di sisi Allah adalah karena pakaian, tentulah orang-orang lacur lebih mulia dari orang baik. Sesungguhnya keindahan yang dimaksud adalah mendekatkan diri kepada Allah, melakukan ketaatan, menjauhi maksiat, dan berakhlak mulia”.

Zuhud

  • Zuhud adalah “memperlakukan dunia ini hanya sebagai jembatan yang sekadar untuk dilalui dan sama sekali tidak membangun apa-apa di atasnya”.
  • Zuhud Fard ialah meninggalkan hal-hal yang haram;
  • Zuhud Fadl ialah meninggalkan hal–hal yang halal (walaupun itu halal untuknya karena kehati-hatian ia meninggalkannya),
  • Zuhud As-salamah meninggalkan hal–hal yang syubhat (tidak jelas kehalalan atau keharamannya)”.

Khauf

“Perasaan takut yang menyebabkan hatimu tentram lebih baik daripada rasa tentram yang menimbulkan perasaan takut”.

“Orang yang beriman akan senantiasa berduka-cita pada pagi dan sore hari karena berada di antara dua perasaan takut: takut mengenang dosa yang telah lampau dan takut memikirkan ajal yang masih tinggal serta bahaya yang akan mengancam”.

“Hendaklah setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa mengancamnya, dan juga takut akan kiamat yang hendak menagih janjinya”.

Jenis khauf

  • Al-Khauf: rasa takut karena sadar kelemahan diri, di hadapan Yang Maha Kuasa.
  • Al-Wajal: gemetar dan pecahnya hati karena mengingat yang dia takuti, kekuasaan dan hukumannya.
  • Al-Khasyah: rasa takut yang sangat besar; pangkal Iltija’ (mencari perlindungan kepada Allah).
  • Al-Rahbah: sungguh-sungguh menghindari sesuatu yang dibenci. Berpangkal pada Firar (lari dari yang selain Allah menuju Allah)—lawan dari Rahbah adalah Raghbah yang berarti fokusnya hati untuk mencari yang disukai.
  • Al Haibah: rasa takut dan gentar yang hadir karena mengagungkan/memuliakan.

“Kita tertawa. Padahal bisa jadi Allah menengok amal-amal kita kemudian berfirman, “Aku tidak menerima amal kalian sedikitpun”.

Raja’

  • Percaya terhadap kemurahan Allah Swt.
  • Memahami Allah dengan pandangan yang baik.
  • Dekatnya hati terhadap kelemahlembutan Allah.
  • Senangnya hati terhadap tempat kembali yang baik (akhirat).
  • Memandang keleluasaan rahmat Tuhan.

Jenis raja’

  • Terpuji. Seseorang mengharap disertai dengan amalan taat kepada Allah dengan mengharap ridha-Nya; Seseorang yang berbuat dosa lalu bertaubat dan senantiasa mengharap ampunan Allah, kebaikan-Nya dan kemurahan-Nya.
  • Tercela. Seseorang terus-menerus dalam kesalahan lalu mengharap rahmat Allah tanpa dibarengi amalan kebaikan/perbaikan; Barang siapa yang mengetahui dirinya berbuat jahat sebaiknya ia bersikap khauf daripada bersikap raja’.

Yang terbaik

  • Warisan terbaik: Ilmu
  • Teman terbaik: Akhlak
  • Bekal terbaik: Takwa
  • Duta terbaik: Akal
  • Menteri terbaik: Kebijaksanaan dan kelapangan dada
  • Kekayaan terbaik: Qanaah
  • Penolong terbaik: Taufik
  • Penasihat terbaik: Kematian

Menyikapi pemimpin: nasihat kepada Ibnu Hubairoh

Ibnu Hubairoh, Gubernur Iraq yang diangkat oleh Yazid bin Abdul Malik, adalah seorang yang jujur dan saleh, namun hatinya selalu gundah menghadapi perintah-perintah Yazid yang bertentangan dengan nuraninya.

Ia berkata, “Allah telah memberi kekuasan kepada Yazid atas hambanya dan mewajibkan kita untuk mentaatinya. Ia sekarang menugaskan saya untuk memerintah Iraq dan Parsi, namun kadang-kadang perintahnya bertentangan dengan kebenaran. Apa pendapatmu, Abu Sa’id? Nasihatilah aku”

Berkata Imam Hasan al-Bashri, “Wahai Ibnu Hubairoh, takutlah kepada Allah ketika engkau menaati Yazid dan jangan takut kepada Yazid—ketika engkau menaati Allah. Ketahuilah, Allah akan membelamu dari Yazid, dan Yazid tidak mampu membelamu dari siksa Allah. Jika engkau mentaati Allah, Allah akan memeliharamu dari siksaan Yazid di dunia, akan tetapi jika engkau mentaati Yazid, ia tidak akan memeliharamu dari siksa Allah di dunia dan akhirat. Ketahuilah, tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam maksiat kepada Allah, siapa pun orangnya”.

Menyikapi pemimpin: nasihat kepada Ibnu al-Asy’ats

Imam Hasan al-Basri, “Wahai Abu al-Hasan, demi Allah aku sungguh berada dalam pikiran yang buruk, paling banyak mencacinya dan mengumpatnya. Tapi hendaknya engkau tahu, pemimpin yang buruk adalah salah satu bentuk murka Allah. Jika kondisi saat ini merupakan hukuman, maka sekali-kali kalian tidak akan mampu menolak hukuman Allah tersebut dengan pedang kalian. Tetapi bisa dicegah dengan doa, taubat, dan melepaskan diri dari segala dosa. Jika engkau hadapi dengan pedang, maka ia lebih tajam”.

Menyikapi pemimpin

Imam Hasan al-Basri, Abu Bakar r.a., Rasulullah berdabda, Allah berfirman, “Aku adalah Allah, tidak ada Tuhan selain aku. Raja dari segala raja. Hati para raja ada di tangan-Ku. Siapa di antara kalian taat kepadaku, maka akan Aku jadikan raja-raja itu sebagai rahmat baginya. Siapa di antara kalian bermaksiat kepada-Ku, maka aku jadikan raja-raja itu azab baginya. Oleh karena itu, janganlah kalian sibuk mencaci para raja, namun bertaubatlah kalian kepada-Ku, maka aku jadikan para raja itu simpati kepada kalian.” (Ibnu al-Jauzi, Adab al-Syaikh al-Hasan al-Bashri).

Kisah bertemu Ali ibn Abi Thalib

Suatu ketika Ali masuk ke dalam Masjid Bashrah didapatinya di dalam masjid itu seorang pemuda yang sedang bercerita dihadapan umum. Ali mendekatinya dan berkata, “Hai budak! Aku hendak bertanya kepadamu mengenai dua perkara, jika engkau dapat menjawabnya dengan benar, maka engkau boleh meneruskan berbicara di depan manusia”. Anak muda itu mendatangi Ali ibn Abi Thalib dengan tawaduk, dan berkata, “Tanyalah, ya Amirul Mukminin, apa dua perkara itu?”.

Ali ibn Abi Thalib bertanya, “Ceritakan kepadaku, apa yang dapat menyelamatkan agama dan apa yang dapat merusak agama?”. Imam Hasan al-Bashri menjawab, “Yang dapat menyelamatkan agama adalah wara’ dan yang dapat merusaknya adalah tama’”. Ali ibn Abi Thalib terlihat gembira dengan jawaban Imam Hasan al-Bashri dan berkata, “Benar engkau dan teruskanlah bicaramu, orang semacam engkau layak berbicara dihadapan orang banyak.”

Kisah seorang tamu

Tamu, “Wahai imam, aku sangat mengagumi majelismu… akan tetapi, mengapa di tempat lain ada seorang guru yang selalu menyebutmu secara tidak pantas dan menjelek-jelekkanmu?”.

Imam Hasan al-Bashri, “Tolong hentikan pembicaraanmu wahai tamuku. Orang yang engkau sebut tadi, aku kenal, dia adalah juga sahabatku. Adapun yang akan kau sampaikan kepadaku tentang dia yang selalu menjelekkanku, maka jika engkau bohong, engkau harus dicambuk karena berdusta. Dan jika yang akan kau sampaikan itu benar, maka engkau tetap harus dicambuk karena engkau telah ghibah dan mengadu domba aku dan dia. Kira-kira engkau akan memilih yang mana?”.

Kisah bersama Habib Al-Ajmi

Suatu ketika, Imam Hasan al-Basri mengunjungi sufi besar lainnya, Habib Ajmi. Pada waktu shalat tiba, Hasan al-Basri mempersilahkan Habib Ajmi untuk menjadi imam. Tidak disangka banyak bacaan habib yang keliru tajwidnya. Akhirnya Imam Hasan al-Basri “mufaraqah”, shalat sendiri.

Malam harinya Imam Hasan al-Basri bermimpi, Allah menegurnya, “Hasan, jika saja engkau berdiri di belakang Habib Ajmi dan menunaikan shalatmu, niscaya kamu akan memperoleh keridhaanku, dan shalatmu akan memberi manfaat yang jauh lebih besar dari seluruh shalat dalam hidupmu. Kamu mencoba mencari kesalahan dalam bacaan shalatnya, tetapi kamu tidak melihat keikhlasan, kemurnian, dan kesucian hatinya. Ketahuilah, Aku lebih menyukai hati yang tulus daripada tajwid yang sempurna”.

Kisah seorang pemabuk

Seorang mabuk sedang menggelepar dalam lumpur, saya katakan kepadanya untuk berhati-hati agar tidak tenggelam. Orang itu berkata, “Wahai Tuan Hasan, jika aku tenggelam, aku sendiri yang hilang. Akan tetapi apabila diri Tuan yang tenggelam, maka semua pangkat dan jabatan tuan akan ikut tenggelam semua”.

Kisah perempuan tanpa tutup kepala

Suatu ketika seorang perempuan muda berjalan melintasi jalan sambil menggerutu tentang suaminya. Hasan al-Basri menyuruhnya menggunakan tutup kepala. Perempuan itu berkata, “Cinta kepada suami membuatku tak sadar akan lingkungan sekelilingku. Jika Tuan tidak memberitahuku, aku tak tahu kalau belum memakai tutup kepala. Namun heranku Tuan, katanya Tuan adalah pecinta Allah, tetapi Tuan masih sadar dan sibuk dengan apa yang melintas di hadapan Tuan. Cinta Allah yang seperti apakah yang Tuan miliki?”.

Muhasabah

“Anak adam!

Dirimu, diriku!

Dirimu hanya satu,

Kalau dia selamat, selamatlah engkau

Kalau dia binasa, binasalah engkau

Dan orang yang telah selamat tak dapat menolongmu

Tiap-tiap nikmat yang bukan surga, adalah hina

Dan tiap-tiap bala bencana yang bukan neraka, mudah!”

Seseorang tidak akan mendapatkan predikat ketakwaan sampai ia melakukan muhasabah kepada dirinya lebih ketat dibanding seorang teman yang bermuhasabah terhadap temannya.

Seorang hamba akan berada dalam kebaikan selama ia mampu menasihati dirinya sendiri dan selalu menghisab dirinya sendiri.

Di antara tanda-tanda Allah berpaling daripada seseorang ialah Allah menjadikan kesibukannya pada perkara-perkara yang tidak bermanfaat bagi dirinya.

Barang siapa mencela dirinya sendiri di hadapan banyak orang, sesungguhnya ia telah memuji dirinya. Dan hal itu adalah salah satu tanda riya.

“Wahai manusia, sesungguhnya aku tengah menasihati kalian, dan bukan berarti aku orang yang terbaik di antara kalian, bukan pula orang yang paling salih di antara kalian. Andaikata seorang muslim tidak memberi nasihat kepada saudaranya kecuali setelah dirinya sempurna, niscaya tidak akan ada pemberi nasihat”.


Category : ngaji

SHARE THIS POST


ABOUT THE AUTHOR

Redaksi MJS

Menuju Masjid Membudayakan Sujud