Filsafat dan Agama

slider
slider
17 Maret 2020
|
5477

Problematika keilmuan mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Hal ini tidak terlepas dari peran serta pemikiran tokoh-tokoh yang menggagas ide-ide cemerlang terkait dengan keilmuan yang dimiliki. Keilmuan itu saling terikat dan terhubung antara satu dengan yang lain. Namun tidak semua bidang keilmuan yang dianggap saling terkait bahkan ada yang beranggapan antara satu ilmu dengan ilmu lain bertentangan. Di antara keilmuan yang mendapat perhatian khusus yaitu keilmuan filsafat dan agama. Filsafat dan agama merupakan dua cabang keilmuan yang berbeda namun tidaklah bertentangan. Filsafat yang berasal dari rasio manusia sedangkan agama sebagai wahyu dari yang kuasa berasal dari Allah Swt.

Sebagian kalangan menilai filsafat dan agama dianggap bertentangan dan bagi siapa yang mempelajari ilmu filsafat akan membawa pada kekafiran. Padahal filsafat tidaklah demikian: otomatis membawa pada kekafiran. Antara wahyu dan keilmuan filsafat tidaklah bertentangan. Ilmu agama merupakan salah satu kajian dari filsafat. Misalnya banyak ditemukan para filosof yang membahas atau memfokuskan kajian filsafatnya terkait kenabian, ketuhanan, dan alam. Tidak dapat dimungkiri anggapan yang demikian berasal dari budaya serta filsafat yang berasal dari Yunani Kuno. Filsafat pada saat itu belum mencantumkan nilai-nilai keagamaan dalam pemikiran filsafatnya. Oleh karena itu, mempelajari filsafat bagi sebagian orang dianggap kafir.

Namun, keilmuan filsafat dari waktu ke waktu telah memasuki ranah keislaman. Salah seorang tokoh intelektual muslim yang telah berjasa dalam memadukan antara keilmuan filsafat dan agama ialah Abu Yusuf Ya’cub ibnu Ishaq ibnu Al-Shabbah ibnu Muhammad ibnu Al-Asy’as ibnu Qis Al-Kindi, atau yang lebih dikenal dengan nama Al-Kindi. Ia merupakan salah seorang tokoh sastrawan besar di Arab dan sang penyair tahta Kerajaan Kindah. Al-Kindi sendiri lahir di Kufah pada 801 M dari keluarga yang terhormat. Pemikiran Al-Kindi terkait pemaduan antara agama dan filsafat telah membuka peluan serta tempat yang terbuka bagi filsafat dalam keilmuan keislaman. Ia berpandangan antara filsafat dan agama tidaklah bertentangan bahkan antara keduanya saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan, walaupun adanya perbedaan antara kedua keilmuan itu.

Filsafat dalam pandangan Al-Kindi merupakan suatu keilmuan yang dicapai oleh seorang filosof dengan cara berpikir yang mendalam, universal, serta dilakukan oleh manusia melalui usaha-usahanya. Sedangkan agama merupakan keilmuan ketuhanan yang diperoleh tanpa berpikir, belajar tetapi diberikan atau diwahyukan oleh Allah kepada para hamba-Nya yang selalu menyucikan jiwa dan selalu mendekatkan diri kepada Allah Swt. Filsafat sebagai suatu keilmuan memberikan jawaban atau pandangan yang bersifat ketidakpastian. Ini disebabkan filsafat sebagaimana yang diketahui berasal dari pemikiran manusia yang sifatnya relatif dan tidak mutlak benar. Apabila pemikiran kefilsafatan itu sesuai dengan ajaran Islam boleh diterima, namun apabila bertentangan tinggalkan jangan pernah memvonis salah satu pandangan jika tidak sesuai dengan pemikiran kita.

Agama sebagai wahyu Allah sifatnya mutlak dan menunjukkan ajaran yang pasti tanpa perlu diragukan lagi. Mengikuti segala yang diperintahkan oleh agama akan membawa kepada kebaikan dan menjauhi dari segala yang buruk. Agama sebagai keilmuan ketuhanan diperoleh dengan keimanan dan keyakinan kepada Allah. Dengan keimanan yang kuat akan membawa pada kehidupan keagamaan yang sempurna dan untuk memperoleh semua itu harus dibantu dengan keilmuan filsafat. Filsafat mempelajari bagaimana seluk-beluk agama dan kenabian serta yang berkaitan dengan nilai-nilai agama. Dengan demikian antara keduanya tidaklah bisa dikatakan bertentangan.

Dalam Islam sendiri, manusia diperintahkan untuk menuntut ilmu dan menggunakan akalnya untuk berpikir. Sebagaimana dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 164 di mana dijelaskan bahwa terdapatnya tanda-tanda kekuasaan dan keesaan Allah bagi orang-orang yang berpikir. Itu berarti jika seseorang ini mengetahui tanda-tanda kekuasaan Allah maka dapat diperoleh dengan cara berpikir yang benar. Tidak mungkin kita mengimani sesuatu tanpa mengetahui kekuasaannya. Kita percaya akan adanya Tuhan, itu dapat dilihat dari fenomena-fenomena yang ada di dunia ini. Terdapatnya tanda-tanda kekuasaan-Nya seperti adanya pergantian siang dan malam, matahari, dan lainnya. Hal ini semua tidaklah ciptaan dari manusia. Bila kita menggunakan akal dengan baik akan diperoleh suatu pengetahuan tentang adanya penciptaan bumi dan isinya. Karena itu, keilmuan filsafat sangat berguna dalam masalah keagamaan, begitupun sebaliknya.

Terkait dengan perpaduan antara filsafat dan agama, Al-Kindi merumuskan alasan-alasan yang menjadikan kedua keilmuan itu saling berkaitan. Pertama, ia berpandangan bahwa ilmu agama merupakan bagian dari filsafat. Hal ini dapat dilihat dari keilmuan filsafat sebagai pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu. Filsafat sebagaimana telah disebutkan di atas mengkaji serta mempelajari masalah ketuhanan, kenabian, etika, dan lainnya. Itu semua merupakan masalah-masalah yang terkait dengan agama. Bagaimana ketuhanan, proses penciptaan alam dan masalah kenabian.

Kedua, antara kedua keilmuan saling bersesuaian dan tidaklah bertentangan. Filsafat dengan keilmuannya mampu mengkaji masalah-masalah yang terkait dengan agama dan juga berdasarkan pada sumber ajaran Islam: Al-Qur’an dan sunah.

Ketiga, dalam agama Islam kita diperintahkan untuk menuntut ilmu. Bahkan diperintahkan untuk “tuntutlah ilmu sampai ke negeri China”. Jadi tidak ada salahnya untuk mempelajari keilmuan filsafat asalkan sesuai dengan ajaran Islam, Al-Qur’an dan sunah.

Sampai di sini dapat ditarik kesimpulan bahwa antara filsafat dan agama tidaklah bertentangan. Filsafat sebagai suatu ilmu mempelajari tentang agama sebagai objeknya dan juga didasarkan pada ajaran agama Islam. Tidak ada salahnya untuk mempelajari keilmuan filsafat. Bila ditemukan salah seorang yang berpandangan bahwa mempelajari filsafat akan membawa kepada kekafiran, itulah pandangan yang kurang tepat. Karena mereka tidak melihat secara teliti keilmuan filsafat sepenuhnya, apalagi keilmuan filsafat telah dihiasi oleh nilai-nilai ajaran Islam.

Selain itu, kita juga diberikan oleh Allah potensi akal untuk membedakan mana yang baik dan benar. Jika itu tidak sesuai dengan nilai-nilai yang tekandung dalam ajaran kita maka tinggalkan. Namun, jangan sampai kita memaksakan kehendak kita kepada orang lain. Sebagaimana yang penulis dengar dari ungkapan, “Ambil satu jangan menyalahkan yang lain”. Kuncinya, apabila tidak sesuai dengan pandangan kita jangan malah menghakimi dan menyalahkan pendapat orang lain.  


Category : filsafat

SHARE THIS POST


ABOUT THE AUTHOR

Atika Yulanda

Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga