Eksistensi Kemanusiaan Perempuan

slider
27 Oktober 2020
|
1068

Judul: Sister Fillah, You’ll Never be Alone | Penulis: Kalis Mardiasih | Penerbit: Qanita, 2020 |  Tebal: xxvi + 126 halaman | ISBN: 987-602-402-177-1

Dalam berbagai tulisannya, Kalis menawarkan sudut pandang perempuan dan keislaman secara menarik. Tidak terkecuali pada buku terbarunya ini. Di tengah berbagai buku dengan topik kemuslimahan yang anehnya justru banyak ditulis oleh kaum laki-laki di mana perempuan diposisikan sebagai subjek sekunder ataupun objek, buku ini hadir bagaikan oase yang menyegarkan.

Dari 21 sub bab bahasan, penulis memaparkan kompleksitas perempuan dengan analisis yang mendalam dan bahasa yang lugas serta mudah dicerna. Kalis menyoroti sepuluh pengalaman perempuan—lima pengalaman biologis, dan lima pengalaman sosial.

Pengalaman biologis perempuan meliputi menstruasi, hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui. Sedangkan pengalaman sosial perempuan meliputi marginalisasi (peminggiran dari akses sumber daya), subordinasi (penempatan perempuan pada posisi lebih rendah daripada laki-laki), stigmatisasi (pelabelan buruk), kekerasan, dan beban ganda. Kalis secara rinci menjelaskan berbagai pengalaman sosial perempuan tersebut disertai dengan contoh-contoh yang sering terjadi dalam kenyataan.

Perspektif eksistensi kemanusiaan perempuan

Banyak buku yang membicarakan muslimah hanya sebatas mengenai pakaian dan aksesori. Perempuan dibahas dengan indikator ketaatannya kepada suami, indikator keberhasilannya dalam dunia dan akhirat, serta berbagai diskursus yang menempatkan perempuan sebagai objek.

Hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa Kalis secara vokal menyerukan berbagai isu mengenai perempuan. Melalui buku ini, kita akan diajak berpikir mengenai pentingnya eksistensi kemanusiaan perempuan. Bahwa, perempuan bukanlah sekadar objek atau konco wingking bagi kaum laki-laki.

Kita akan diajak belajar kepada Syaikhah Rahmah El Yunusiah, seorang ulama perempuan yang mengobarkan semangat keulamaan perempuan dan aktif memperjuangkan eksistensi perempuan. Salah satunya, melalui sekolah perempuan yang Syaikhah dirikan.

Kalis juga mengkritisi konsep “perempuan tidak butuh kesetaraan, namun butuh dimuliakan”. Konsep ini secara tidak langsung memosisikan perempuan sebagai pihak yang pasif. Secara implisit, kemuliaan seolah hanya bisa datang dari luar diri kita.

Padahal, kenyataannya, tidak semua perempuan memiliki akses yang sama untuk mencapai kemuliaan tersebut. Tidak semua perempuan memiliki suami dengan profesi menjanjikan yang bisa memuliakannya. Tidak jarang, perempuan harus berjuang sendiri untuk mencapai kemuliaannya sendiri. Untuk itu, akses kesetaraan sangat penting untuk para perempuan.

Dengan membaca buku ini, kita akan diajak menyelami bagaimana seharusnya perempuan diberikan akses kesetaraan mencakup hak bicara, hak politik, dan hak berekspresi di ruang publik. Perlu adanya pendekatan khusus agar semua perempuan memiliki akses yang setara untuk mencapai kualitas kemanusiaan.

Perlindungan bagi perempuan dan pendidikan seks

Buku ini juga membahas bagaimana perjuangan untuk melindungi para korban kekerasan seksual. Kekerasan seksual bahkan juga bisa terjadi di dalam pernikahan. Adalah sebuah hal yang salah jika para suami menganggap bahwa tubuh istri adalah otoritas milik suami.

Dalam buku ini, Kalis memaparkan dengan jelas bagaimana otoritas tubuh istri. Ia juga memaparkan mengenai apa saja hak-hak reproduksi yang ideal dengan penyediaan fasilitas khusus seperti halnya hak cuti.

Permasalahan perempuan juga tidak hanya bisa diselesaikan dengan pernikahan dan pakaian syar’i. Perempuan membutuhkan solusi yang substansial seperti halnya pemenuhan hak-hak reproduksi dan akses kesetaraan. Selain itu, juga pendidikan seks untuk membantu perempuan mengenali organ reproduksinya serta apa saja risiko yang bisa terjadi. Lalu, apakah benar pendidikan seks ada kaitannya dengan kampanya seks bebas? Anda bisa membaca selengkapnya di dalam buku ini.

Self-love dan woman supporting woman

Banyak perempuan yang tidak menjadi dirinya sendiri hanya karena lelaki. Padahal, kita berhak merawat dan mempercantik diri sendiri tanpa harus mengais validasi dari lelaki. Secara tersurat, Kalis mengajak para perempuan untuk mencintai dirinya sendiri dan membangun diri secara utuh. Saat kita mampu mencintai diri sendiri, kita akan merasa utuh dan bahagia. Untuk urusan kesetiaan, persilakan laki-laki bertahan karena memang komitmen dan rasa sayang. Bukan dengan berbagai perubahan yang dipaksakan.

Lewat sentuhan personal dan empati yang mendalam, Kalis menyuarakan suara isi hati perempuan yang selama ini dibungkam dunia patriarki. Secara cerdas, penulis memaparkan berbagai permasalahan mengenai perempuan yang terjadi dan bagaimana solusinya. Ia juga mengajak sesama perempuan untuk saling mendukung dan menguatkan. Serta, saling meyakinkan bahwa perempuan berharga dan sempurna, tanpa harus terpatok pada indikator orang lain dalam kesempurnaan.


Category : resensi

SHARE THIS POST


ABOUT THE AUTHOR

Ayu Larasati

Seorang penulis artikel berbahasa Inggris di sebuah media online yang hobi rebahan.