Bilal bin Rabah

11 Juni 2018
|
1142

Bilal bin Rabah tak pernah berpisah dengan Nabi Muhammad Saw., kemanapun Nabi pergi, hingga Nabi meninggal dunia. Semenjak itulah Bilal menyatakan diri tidak akan mengumandangkan adzan lagi. Ketika Khalifah Abu Bakar, memintanya untuk jadi muÔÇÿadzin kembali, dengan hati pilu Bilal berkata: ÔÇ£Biarkan aku jadi muÔÇÿadzin Nabi saja. Nabi telah tiada, maka aku bukan muÔÇÿadzin siapa-siapa lagi.ÔÇØ Abu Bakar terus mendesaknya, dan Bilal pun bertanya: ÔÇ£Dahulu, ketika engkau membebaskanku dari siksaan Umayyah bin Khalaf, apakah engkau membebaskanku karena dirimu apa karena Allah?ÔÇØ Abu Bakar hanya terdiam. ÔÇ£Jika engkau membebaskanku karena dirimu, maka aku bersedia jadi muÔÇÿadzinmu. Tetapi jika engkau dulu membebaskanku karena Allah, maka biarkan aku dengan keputusanku.ÔÇØ Dan Abu Bakar pun tak bisa lagi mendesak Bilal untuk kembali mengumandangkan adzan. Lalu Bilal pun ikut pasukan menuju Syam, dan kemudian tinggal di Homs, Syria. Lama Bilal tak mengunjungi Madinah, sampai pada suatu malam, Nabi saw. hadir dalam mimpi Bilal, dan menegurnya: ÔÇ£ÔÇÿYa Bilal, wa m├ó hadzal jafaÔÇÖ? Hai Bilal, kenapa engkau tak mengunjungiku? Kenapa sampai begini?ÔÇØ Bilal pun bangun terperanjat. Segera dia mempersiapkan perjalanan ke Madinah untuk ziarah pada Nabi. Abu Bakar telah meninggal, dan kini Umar bin Khaththab-lah yang menjadi Khalifah. Dan hari itu, kerinduan Bilal benar-benar membuncah. Ia ingat sekali ketika terakhir kali ia menyiramkan air pada makam Nabi sebelum akhirnya ia pindah menuju Syam. Dan kerinduan itu pun mendorongnya untuk kembali mendatangi Madinah. Sesampainya di Madinah, ia bersegera menuju makam sang kekasih, bersimpuh dan menangis rindu. Tangisannya tersedu-sedu, mengingat segala kebersamaan dahulu kala. Ia teringat pada semuanya, apalagi Bilal adalah salah seorang yang menjadi ÔÇÿbendaharaÔÇÖ Nabi selama beliau hidup. Di tengah isak tangisnya, Hasan dan Husain, dua cucu Nabi Saw. melihatnya dari kejauhan. Mereka berdua segera berlari menuju Bilal, memeluk dan mencium Khadim dan MuÔÇÿadzin Nabi itu. Mereka berdua begitu merindukan Bilal. Dan mereka berkata, ÔÇ£Wahai Pamanda, lantunkanlah adzan; kami merindukan suara adzanmu seperti di zaman Kakek kami hidup dahulu...ÔÇØ Bilal pun tersenyum, dan menyanggupi permintaan dua orang cucu yang sangat dicintai Nabi ituÔÇömembahagiakan cucu Nabi, adalah salah satu cara membahagiakan Sang Nabi. Waktu adzan pun tiba, dan ia segera menaiki tempat yang dahulu ia melantunkan adzan untuk Sang Nabi. ÔÇ£Allahu Akbar, Allahu Akbar... Allahu Akbar, Allahu Akbar...ÔÇØ Madinah tersentak sekali. Sunyi tiba-tiba meliputi Kota Suci itu. Mereka mendengar suara yang tak lagi terdengar semenjak Nabi meninggalÔÇömereka rindu sekali dengan suara, seruan dan lantunan itu. ÔÇ£Asyhadu an laa ilaha illallah... Asyhadu an laa ilaha illallah...ÔÇØ Penduduk Madinah pun seketika terlempar menuju masa kebersamaan mereka pada Nabi. Madinah pun bergetar dengan isak tangis kerinduan. ÔÇ£Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah...ÔÇØ Penduduk Madinah segera berlari keluar dari rumah mereka, menuju masjid, tergerak cinta dan rindu mereka. Serak tangis terdengar di sana sini, ÔÇ£Wahai Nabi... Kami merindukanmu!ÔÇØ ÔÇ£Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah...ÔÇØ Dan Bilal pun terhenti, tak lagi dapat meneruskan adzannya. Ia menangis tersedu-sedu, lebih tenggelam dalam rindu. Madinah pun hari itu tengah tenggelam dalam isak tangis rindu. Hari itu, Madinah mengenang masa saat masih ada Nabi Saw. Tak ada pribadi agung yang begitu dicintai seperti Nabi Saw. Dan adzan itu, adzan yang tak bisa dirampungkan itu, adalah adzan pertama sekaligus adzan terakhirnya Bilal semenjak Nabi Muhammad Saw wafat. Dia tak pernah bersedia lagi mengumandangkan adzan. Sebab kesedihan yang sangat segera mencabik-cabik hatinya mengenang seseorang yang telah mengangkat derajatnya. SaÔÇÿid bin Abdul Aziz berkata: Menjelang wafat Bilal berkata, ÔÇ£Besok para kekasih bertemu dengan Muhammad tercinta dan rombongannya.ÔÇØ Mendengar itu, istrinya berkata, ÔÇ£Aduh betapa tragisnya!ÔÇØ Bilal lalu berkata, ÔÇ£Aduh betapa senangnya.ÔÇØ ÔÇ£Sungguh aku bersedih hati,ÔÇØ kata istri Bilal, dalam isak tangisnya. Bilal tengah sakit parah, dan merasakan dekat ajalnya. Ia pun menjawab, ÔÇ£Justru aku sekarang sangat bahagia.ÔÇØ ÔÇ£Mengapa?ÔÇØ tanya sang istri. Bilal pun menjawab, ÔÇ£Ghadan nalqal ahibbah, Muhammadan wa hizbah! Besok aku akan bertemu para kekasih: Muhammad dan para sahabatnya!ÔÇØ Dan tak lama, napasnya pun terhenti. Hal yang membuat Rasulullah Saw. merasakan keteduhan dari adzan yang dikumandangkan Bilal bin Rabah adalah kepasrahan, keikhlasan, dan kecintaannya pada Islam serta kepada Nabi Saw. yang menyebarkannya. Pernah suatu saat seorang pemuda mendatangi Rasulullah Saw. menjelang waktu salat tiba. Ia memohon kepada Rasulullah Saw. untuk bisa menjadi muÔÇÿadzin sekali selama beliau masih ada. Nabi Saw. menjawab: ÔÇ£Biarkan Bilal yang menjadi muÔÇÿadzin.ÔÇØ Tak patah arang, pemuda ini kembali mendatangi Nabi Saw. hingga yang kesekian kalinya di suatu Ashar. Karena Nabi Saw. merasa bahwa pemuda ini memiliki kehendak yang baik, maka diizinkanlah ia mengumandangkan adzan Ashar saat itu. Saat Ashar tiba, pemuda ini menempati tempat di mana Bilal biasa mengumandangkan adzan. Rasulullah, para sahabat dan seluruh penduduk terhenyak mendengar lantunan adzan yang tidak biasa. Lantang namun merdu, berbeda dengan Bilal. Terdengar banyak suara memuji keindahan lantunan adzan pemuda ini yang memang terkenal dengan keindahan suaranya di kalangan kaum muslim, sehingga banyak juga yang menyarankan agar ia menjadi pengganti Bilal. Dorongan inilah yang membuat ia memberanikan diri menghadap Rasulullah Saw. dan meminta menjadi muÔÇÿadzin. Namun kemudian, malaikat Jibril a.s tiba-tiba mendatangi Nabi Saw. dan bertanya untuk mengingatkan Rasulullah: ÔÇ£Tidakkah engkau menunaikan salat Ashar, padahal sudah lewat dari waktunya?ÔÇØ Nabi Saw. menjawab: ÔÇ£Sudah wahai Jibril, baru saja kami menunaikannya.ÔÇØ Makaikat Jibril menimpali: ÔÇ£Mengapa kami di Arsy tidak mendengar suara adzan dikumandangkan?ÔÇØ Tercekat mendengar jawaban itu, maka Nabi Saw. bertanya: ÔÇ£Tidakkah kalian mendengar suara adzan yang dikumandangkan dengan lantang namun merdu?ÔÇØ Malaikat Jibril menegaskan: ÔÇ£Tidak, ya Rasulullah.ÔÇØ

Category : kolom

SHARE THIS POST


ABOUT THE AUTHOR

Alfathri Adlin