Rumus Kebahagiaan dari Martin Seligman
Salah satu kenikmatan bagi manusia ketika menjalani kehidupannya adalah senantiasa dikelilingi dengan kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan modal dalam beraktivitas dan melaksanakan segala kegiatan lainnya. Tanpa sebuah kebahagiaan, tidak sedikit orang yang berputus asa atau tidak bersemangat dalam menjalani kehidupan.
Bagi kita seorang muslim, kebahagiaan tidak hanya menjadi modal, tetapi kebahagiaan merupakan output seorang muslim yang beriman lagi bertaqwa sebagaimana termuat dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 5, “Merekalah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Allah telah mengatakan bahwa orang-orang yang senantiasa mengerjakan kebajikan dengan kriteria-kriteria yang diberikan sebagai orang yang bahagia. Bukti lain ditunjukkan dalam surah Al-Muminun ayat 1, “Sungguh beruntung (bahagia) orang-orang yang beriman”, lalu dilanjutkan sampai ayat 11 yang disertai dengan indikator dan hadiah dari Allah.
Kebahagian menjadi tema yang menarik dibahas pada Ngaji Filsafat bulan Oktober di Masjid Jendral Sudirman. Pada Ngaji Filsafat ke-406 Martin Seligman (11 Oktober 2023) diangkat untuk dikaji gagasannya dalam menciptakan kebahagiaan.
Martin Elias Peter Seligman merupakan seorang psikolog yang lahir di Amerika pada 12 Agustus 1942. Seligman dijuluki sebagai “bapak psikologi positif” dikarenakan teori-teorinya mengenai psikologi positif.
Psikologi positif bertujuan untuk mengkatalisasi suatu perubahan dalam psikologi. Maksudnya tidak hanya memperbaiki sesuatu yang buruk tetapi membangun kualitas terbaik dalam hidup dan memperbaiki ketidakseimbangan di waktu lalu.
Misalnya ketika sakit. Usaha untuk menyembuhkannya dengan konsultasi ke dokter, diperiksa, dan diberi obat. Ketika sembuh, bukan berarti seratus persen utuh sehat. Perlu ada usaha-usaha lebih seperti berolahraga, mengatur pola makan, dan lain sebagainya. Maka di sana selain kita menghilangkan hal negatif, kita juga menumbuhkan hal-hal positif agar senantiasa sehat.
Teori psikologi positif yang dikemukakan oleh Seligman mempunyai empat unsur garapan, yakni: happiness (kebahagiaan), optimism (optimis), mindfullness (serius/khusyu’), flow (mengalir).
Keempat unsur ini yang menjadi bahan penelitian—begitu juga modal dalam mempelajari psikologi positif versi Seligman. Di antara keempat unsur tersebut, kebahagiaan menjadi amunisi dalam membangun hal-hal positif di samping melenyapkan hal-hal negatif. Tapi sebelum itu, mari membahas unsur optimisme terlebih dahulu yang saling berkaitan dengan kebahagiaan.
Optimistic Mindset x Pesimistic Mindset
Pesimis menjadi lawan dari optimis. Dalam membangun hal positif perlu dengan mengubah mindset kita. Seligman di sini memberikan teori optimistic mindset dan pesimistic mindset.
Optimistic mindset yakni, pertama, memaknai kejadian negatif sebagai sementara (memandang hal-hal buruk yang terjadi hanya sementara, setelahnya bisa saja terjadi kembali bisa juga tidak, karena tidak ada yang tahu). Kedua, memaknai kejadian negatif sebagai spesifik (artinya hal buruk yang terjadi tidak akan selamanya terjadi). Ketiga, memaknai kejadian negatif dengan bukan personal (hal buruk terjadi tidak hanya kepada diri kita sendiri, tetapi banyak orang lain yang juga merasakannya).
Pesimistic mindset, yakni, pertama, memaknai kejadian negatif sebagai permanen (hal buruk merupakan hal yang selalu tersemat di dalam diri). Kedua, memaknai kejadian negatif sebagai hal yang menyebar (hal buruk akan senantiasa terjadi dalam hidup kita secara umum). Ketiga, memaknai kejadian negatif sebagai hal personal (hal buruk terjadi hanya menimpa pada diri kita sendiri sehingga menyebabkan pasrah dalam hidup).
Cara untuk melawan rasa pesimis yakni dengan mengenali pikiran, membantah perasaan-perasaan itu dengan mengumpulkan bukti, membuat perlakuan berbeda, dan mencari faktor yang berbeda.
Learned Helplessness dan Learned Optimism
Learned helplessness adalah kondisi yang terjadi saat seseorang tidak dapat mengendalikan situasi stres secara berulang dan memilih untuk pasrah ketika kembali dihadapkan dengan situasi serupa. Kondisi ini berpotensi meningkatkan risiko depresi. Kondisi ini secara umum memiliki ciri menyerah, berhenti dalam merespons, dan memiliki keyakinan bahwa apa pun yang dilakukan tidak berguna.
Secara spesifik, kondisi learned helplessness memiliki tanda-tanda di antaranya: pasif, rendah diri, kurang motivasi, kurang usaha, menunda-nunda dalam pekerjaan, kurang tekun, pasrah dan tidak meminta bantuan orang lain.
Untuk mengatasi learned helplessness dengan melakukan learned optimism. Learned optimism adalah suatu cara untuk menghindarkan diri dari depresi dengan mempelajari bagaimana berpikir atau memandang hidup secara lebih optimis saat kita menghadapi masalah.
Learned optimism menjadi upaya menghindarkan learned helplessness dengan cara berpikir optimis. Mindset sangat berpengaruh dalam hal ini, yakni dalam mengubah gaya penjelasan kesalahan dalam berpikir, berpikir secara berlebihan, atau berpikir secara tidak rasional.
Happiness (Kebahagiaan)
Seligman mempunyai dua teori mengenai kebahagiaan—teori yang belakangan dianggap sebagai upgrade dari teori sebelumnya. Teori kebahagiaan yang pertama tercantum dalam buku yang berjudul Authentic Happiness (2002).
Seligman menjelaskan bahwa kebahagiaan tergantung pada kepuasan dalam hidup (life satisfaction). Kepuasan hidup terdiri dari pleasure + engagement + meaning (kesenangan + keterlibatan + makna). Dalam rumus ini terbagi menjadi tiga kelompok kebahagiaan.
Pertama, the pleasant life (hidup yang menyenangkan). Kehidupan yang pleasant memiliki dua indikator, yaitu pleasure + positif emotions (kesenangan + emosi positif). Artinya kebahagiaan yang timbul hanya baru dari hati individu masing-masing dan hanya mengandalkan kesenangan-kesenangan pribadi. Sedangkan emosi positif yang dimaksud dapat ditandai dalam ruang lingkup waktu, di antaranya: masa lalu (puas, bangga, tenang); masa depan (optimis, harapan, yakin); sekarang (nikmat, nyaman, syukur).
Kedua, the good life (hidup yang baik). Dalam kelompok yang kedua ini, menunjukkan bahwa kesenangan pribadi yang hanya dirasakan oleh batin belum ada artinya jika tidak ditampakkan secara lahir. Indikator pada good life adalah engagement + flow (keterlibatan + mengalir). Seligman memberikan teori bahwa ciri kehidupan yang baik akan mewujudkan enam kebaikan dan memupuk dua puluh empat kekuatan, seperti terlihat pada tabel berikut.
Kebijaksanaan & Pengetahuan |
Keteguhan Hati | Cinta & Kemanusiaan | Keadilan | Kesederhanaan |
Spiritualitas & Transendensi |
|
|
|
|
|
|
Ketiga, the meaningful life (hidup yang berarti). Hidup yang berarti yakni hidup yang dipenuhi dengan hikmah-hikmah. Kata ‘berarti’ di sini artinya sudah mengetahui hakikat hidup yang tidak hanya akan dirasakan oleh individu masing-masing, tetapi akan dirasakan juga oleh orang lain. Hidup yang tidak hanya menumbuhkan kebahagiaan untuk diri sendiri tetapi senantiasa memberikan kebahagiaan kepada orang lain.
Dari Happiness menuju Well-being
Menurut Seligman dalam buku Florish (2011), “Dulu saya berpikir bahwa topik psikologi positif adalah kebahagiaan, standar emas untuk mengukur kebahagiaan adalah kepuasan hidup, dan tujuan dari psikologi positif adalah untuk meningkatkan kepuasan hidup. Sekarang saya berpikir bahwa topik psikologi positif adalah kesejahteraan, bahwa standar emas untuk mengukur kesejahteraan adalah perkembangan, dan tujuan psikologi positif adalah untuk meningkatkan perkembangan. Teori ini, yang saya sebut teori kesejahteraan, sangat berbeda dengan teori kebahagiaan sejati, dan perbedaannya memerlukan penjelasan.”
Florish (2011) merupakan buku yang ditulis Seligman untuk meng-update teori-teori kebahagiaan sebelumnya. Seligman berpendapat bahwa kesejahteraan adalah step selanjutnya setelah kebahagiaan. Dalam teori well-being, Seligman mengenalkan rumus The PERMA model.
P = Positive Emotions (Emosi Positif)
Emosi positif adalah indikator utama perkembangan, dan emosi tersebut dapat dipupuk atau dipelajari untuk meningkatkan kesejahteraan. Meningkatkan emosi positif dapat membantu individu membangun sumber daya fisik, intelektual, psikologis, dan sosial yang mengarah pada ketahanan dan kesejahteraan secara keseluruhan.
Beberapa contoh yang dapat menumbuhkan emosi positif, yaitu menghabiskan waktu dengan orang-orang yang kita sayangi, melakukan hobi, bermain atau mendengarkan musik, dan mencoba merenungkan hal-hal yang dapat kita syukuri agar timbul rasa bahagia.
E = Engagement (Keterlibatan)
Menurut Seligman, keterlibatan adalah “menyatu dengan musik.” Engagement/flow mencakup penyerapan penuh dalam suatu aktivitas, hidup saat ini dan fokus sepenuhnya pada tugas yang dihadapi.
Hal-hal yang dapat melatih sifat keterlibatan di antaranya, berpartisipasi dalam kegiatan, organisasi, komunitas, berlatih menikmati aktivitas, menghabiskan waktu di alam terbuka, dan mencoba mengidentifikasi karakter.
R = Relationship (Hubungan)
Relationship mengacu pada perasaan didukung, dicintai, dan dihargai. Relationship terkait dengan semua interaksi yang dilakukan individu dengan pasangannya, teman, anggota keluarga, kolega, dan lainnya.
Efek dari hubungan ini sangat bermanfaat bagi jaringan sosial serta sangat berkontribusi terhadap kesehatan kita. Contohnya dengan bergabung dengan grup atau kelompok lembaga sosial, mencoba mengajukan pertanyaan kepada orang yang tidak kita kenal, menjalin pertemanan, menghubungi orang yang sudah lama tidak kita jumpai dan tidak kita ajak bicara.
M = Meaning (Makna)
Makna adalah pengabdian pada sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri. Orang yang memiliki makna atau tujuan hidup memiliki kepuasan hidup lebih besar dan lebih sedikit masalah kesehatan.
Rasulullah pernah bersabda bahwa sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi sesama. Jadikan hidup bermakna dengan di antaranya, membuat aktivitas terbaru yang lebih terasa hikmahnya, terlibat dalam organisasi, quality time, serta memikirkan bagaimana caranya menggunakan minat untuk membantu sesama.
A = Accomplishments/Achievements (Prestasi)
Pencapaian adalah hasil kerja mencapai tujuan, melakukan usaha, dan memiliki motivasi diri untuk menyelesaikan apa yang ingin dilakukan. Hal ini berkontribusi terhadap kesejahteraan karena individu dapat memandang kehidupannya dengan rasa bangga.
Semangat berprestasi perlu ditanamkan agar manusia juga mengerti apa yang harus menjadi goals dalam hidupnya. Kaum muslimin sudah diajarkan bahwa tujuan mereka hidup adalah semata-mata untuk menghamba kepada Allah.
Cara agar selalu bersemangat menggapai tujuan di antaranya, merenungkan kesuksesan-kesuksesan di masa lalu karena tidak mungkin ada orang yang tidak pernah sukses, cari cara kreatif untuk merayakan kesuksesan itu agar selalu termotivasi kembali untuk berprestasi.
Dari rumus rumus The PERMA model ini, Seligman menambahkan optimism (optimis), physical activity (aktivitas fisik), nutrition (nutrisi), sleep (tidur), agar mencapai kebahagiaan secara lebih lengkap.
Sementara kiat untuk memperkuat well-being yaitu dengan melakukan kebaikan yang tidak terduga, mengunjungi atau mengucapkan terima kasih kepada orang yang kita anggap telah berjasa dalam hidup kita.
Selain itu, dapat melakukan sebelum tidur setiap malam selama seminggu, menuliskan tiga pengalaman yang terjadi pada hari itu dan yang berjalan dengan baik atau menyelidiki bagaimana Anda ketika terluka dan perasaan Anda yang terkait, dan diakhiri dengan komitmen untuk memaafkan, serta selalu optimis.
Demikian kiranya catatan ringkasan mengenai kebahagiaan yang dirumuskan oleh Seligman.
Referensi:
Fahmi, Irfan, dan Zulmi Ramdani, “Profil Kekuatan Karakter dan Kebajikan pada Mahasiswa Berprestasi” dalam Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol. 1, No.1, 2014, Bandung: UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Ngaji Filsafat 406: Martin Seligman - Menciptakan Kebahagiaan, bersama Fahruddin Faiz, Masjid Jendral Sudirman Yogyakarta, Rabu, 11 Oktober 2023.
Yudhawati, Dian, 2018, Implementasi Psikologi Positif dalam Pengembangan Kepribadian Mahasiswa, Yogyakarta: Universitas Teknologi Yogyakarta.
Category : catatan santri
SHARE THIS POST