Pemikiran St. Thomas Aquinas: Sebuah Jembatan antara Filsafat dan Teologi

slider
14 Februari 2024
|
2604

St. Thomas Aquinas (1225-1274) adalah seorang yuris, teolog, dan filsuf besar dalam tradisi Skolastik. Filsuf yang lahir di Roccasecca, Italia ini merupakan putra dari Pangeran Aquino. Kendati  Aquinas berasal dari kalangan bangsawan, keluarganya menghendaki agar dirinya menjadi seorang biarawan. Aquinas muda pun dikirim ke biara Ordo Benediktin, untuk menjadi seorang pelayan Tuhan.

Namun, ketika belajar untuk menjadi seorang biarawan, Thomas Aquinas mulai tertarik kepada Ordo Dominikan. Hal ini membuatnya mengambil keputusan untuk bergabung dengan Ordo tersebut, meninggalkan Ordo Benediktin.

Keluarga Thomas Aquinas, tentu saja, menentang keputusan tersebut. Mereka lantas berusaha memaksa Aquinas untuk kembali pada Ordo Benediktin. Upaya tersebut berakhir dengan kegagalan. Aquinas tetap teguh pada pilihannya. Ia akhirnya menjadi murid St. Albert dari Ordo Dominikan, dan mulai mempelajari filsafat Aristoteles. Thomas Aquinas menghasilkan beberapa karya filsafat. Dua karya yang paling populer adalah Summa Theologiae dan Summa Contra Gentiles.

Perjalanan hidup Thomas Aquinas berakhir pada tahun 1274. Ia meninggal pada usia 49 tahun di Biara Cistercian. Kendati usianya masih cukup muda ketika meninggal, Aquinas telah menunjukkan sebuah teladan tentang seseorang yang mendedikasikan dirinya semata-mata untuk Tuhan. Hingga hari ini, terutama dalam gereja Katolik, nama Thomas Aquinas sangat dihormati sebagai seorang Santo atau orang suci.

Namun demikian, sebagaimana yang dijelaskan Djanuard Lj dalam laman Bulir.id, Aquinas sempat dianggap sesat oleh Uskup Agung Paris pada tahun 1277. Hal itu terjadi karena sang uskup menduga bahwa beberapa karya Aquinas menyimpang dari doktrin Kristiani. Meski begitu, perlahan, nama Thomas Aquinas mulai dihormati  dan karya-karyanya diterima oleh dunia Katolik.

Nama Thomas Aquinas tidak akan masuk dalam daftar filsuf berpengaruh di dunia, jika ia tidak pernah melakukan langkah progresif pada zamannya. Aquinas berjasa dalam melakukan perpaduan antara akal dengan wahyu, terutama dalam pembelaannya terhadap eksistensi Tuhan. Sama seperti St. Agustinus dan filsuf Abad Pertengahan lainnya, bangunan filsafat Thomas Aquinas ditujukan sebagai jembatan antara filsafat dan teologi.

Sintesis Akal dan Wahyu

Dalam alam pikir Abad Pertengahan, adalah pandangan umum jika menganggap bahwa akal dan wahyu bertolak belakang. Keduanya mustahil dipersatukan, layaknya dua magnet dengan kutub yang sama. Namun, banyak filsuf Abad Pertengahan, sejak zaman St. Agustinus hingga St. Thomas Aquinas, yang berusaha mengubah pandangan tersebut.

Berbeda dengan pandangan umum pada zamannya, Thomas Aquinas justru tidak melihat pertentangan antara akal dan wahyu. Ia memulai proyek filsafatnya dengan merasionalisasikan wahyu. Menurut Aquinas dalam Summa Contra Gentiles, terdapat beberapa permasalahan iman yang bisa dijelaskan oleh akal, seperti eksistensi Tuhan dan mortalitas jiwa.

Bertrand Russell, dalam buku Sejarah Filsafat Barat, mengatakan bahwa Aquinas memang bisa menggunakan akal untuk menjelaskan sebagian persoalan wahyu. Namun, sang Santo sendiri mengaku bahwa konsep Trinitas, inkarnasi Kristus, dan Hari Penghakiman adalah hal yang sulit dijelaskan dengan akal. Oleh karena itu, terlihat bahwa ada beberapa masalah dalam teologi yang dapat dijelaskan oleh akal dan ada pula yang tidak.

Pada dasarnya, Thomas Aquinas ingin membangun keselarasan antara akal dan wahyu. Keduanya adalah sesuatu yang saling melengkapi bagi Aquinas. Mereka saling mengisi, sebagai upaya untuk mendapatkan kebenaran ilahiah. Selain itu, Aquinas juga ingin mengubah paradigma masyarakat sezamannya, bahwa berbagai doktrin metafisik yang abstrak dapat dijelaskan secara logis.

Bukti Eksistensi Tuhan

Pemikiran Thomas Aquinas banyak dipengaruhi oleh filsafat Aristoteles. Aquinas menggunakan Aristotelianisme untuk memperkuat landasan argumentasi filosofisnya. Salah satunya, adalah ketika ia berusaha membuktikan eksistensi Tuhan.

Berbeda dengan St. Agustinus dan St. Anselmus yang membuktikan Tuhan secara ontologis atau a priori, Thomas Aquinas melangkah lebih jauh. Ia ingin membuktikan eksistensi Tuhan secara a posteriori, atau berdasarkan pengamatan atas fenomena-fenomena yang dianggap sebagai hasil dari tindakan Tuhan. Sebagaimana dipaparkan dalam buku Filsafat Santo Thomas Aquinas tulisan Frederick Copleston, sang Santo mengemukakan lima bukti untuk menunjukkan bahwa Tuhan itu ada.

Bukti pertama, adalah adanya penggerak yang tidak digerakkan. Argumen ini diadopsi dari pemikiran Aristoteles, yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang bergerak pasti digerakkan oleh sesuatu. Demikian pula, sesuatu yang menggerakkannya pun digerakkan oleh sesuatu yang lain. Dari pemikiran ini, Thomas Aquinas menyatakan bahwa pasti ada yang menggerakkan segala sesuatu, tetapi ia sendiri tidak digerakkan. Penggerak yang tidak digerakkan tersebut, menurut Aquinas, adalah Tuhan.

Bukti kedua, adalah adanya sebab pertama. Di dunia ini, segala sesuatu memiliki sebab, yang kemudian melahirkan akibat. Adanya seorang anak disebabkan oleh adanya hubungan seksual antara seorang pria dan wanita. Adanya sebuah buku karena ada penulis yang menerbitkan karyanya kepada penerbit, atau melakukannya secara mandiri (self-publishing). Dari semua sebab dan akibat ini, Aquinas menduga bahwa ada sebab pertama, yang menjadi sebab dari segala sebab. Dalam hal ini, Tuhan merupakan sebab pertama.

Bukti ketiga, adalah adanya sumber keniscayaan tertinggi. Argumen ini menyatakan bahwa pada suatu waktu, keberadaan manusia dan alam semesta tidak ada. Untuk menciptakannya, harus ada sesuatu yang mengadakannya. Namun, sesuatu tersebut haruslah sesuatu yang niscaya (tidak diadakan), atau tidak memiliki permulaan. Bagi Aquinas, Tuhan merupakan sesuatu yang niscaya dan tanpa permulaan.

Bukti keempat, adalah adanya kesempurnaan tertinggi. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu melihat berbagai hal sebagai yang indah dan sempurna. Meski begitu, penilaian terhadap segala hal yang indah dan sempurna sangat relatif. Indah menurut manusia A belum tentu indah menurut manusia B. Aquinas beranggapan bahwa karena manusia melihat adanya kesempurnaan subjektif yang berasal dari penilaian seseorang, pasti ada sebuah kesempurnaan objektif, yang merupakan kesempurnaan tertinggi. Kesempurnaan tertinggi itu, tidak lain dan tidak bukan, adalah Tuhan.

Bukti kelima, adalah adanya keteraturan alam. Argumen ini bertitik tolak pada pandangan bahwa alam sering kali bergerak secara teratur. Bagi makhluk hidup seperti manusia, ia memiliki kehendak bebas untuk bergerak dan mencapai suatu tujuan. Namun, pergerakan alam, seperti peredaran matahari, yang terbit dari ufuk timur dan tenggelam di ufuk barat, tidak bergerak secara kebetulan. Pasti ada sesuatu yang telah mengarahkan dan mengaturnya untuk selalu bergerak secara teratur. Sekali lagi, bagi Aquinas, pasti Tuhan yang menjadi Sang Pengatur tersebut.

Kelima bukti yang dikemukakan Thomas Aquinas bukanlah argumen final. Kelak, lima argumen Aquinas banyak dikritik oleh filsuf selanjutnya, seperti Immanuel Kant, Bertrand Russell, hingga Frederick Copleston. Namun, argumen tersebut juga diadopsi oleh beberapa filsuf lainnya,  seperti Leibniz yang menjadikan argumen Aquinas sebagai dasar, meski mengambil jalan pemikiran yang berbeda.

Pada zaman sekarang, pemikiran Thomas Aquinas masih menjadi perdebatan. Sebagian kalangan menjadikan pemikirannya sebagai acuan, terutama dalam ilmu hukum dan teologi. Sebagian lainnya, menolak pemikiran Aquinas dengan beberapa argumen tandingan.

Terlepas dari perdebatan filosofis yang terjadi terhadap argumen Thomas Aquinas, filsafat yang ia cetuskan menarik untuk diketahui dan dipelajari. Tidak heran, jika kini, nama Thomas Aquinas ditempatkan pada posisi tertinggi, dan disebut sebagai salah satu filsuf besar dan berpengaruh di Eropa pada Abad Pertengahan.

 

Referensi

Copleston, Frederick. (2021). Filsafat Santo Thomas Aquinas. Yogyakarta: Basabasi.

Djanuard Lj. (2023). “Begini Pemikiran dan Kontribusi St. Thomas Aquinas yang Perlu Anda Ketahui”. Dalam Bulir.id, 2023.

Russell, Bertrand. (2002). Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Category : filsafat

SHARE THIS POST


ABOUT THE AUTHOR

Indra Nanda Awalludin

Asal Sindang, Majalengka, Jawa Barat