Kebangkrutan Peradaban dalam Kacamata Malik Bennabi
Malek Bennabi, seorang pemikir muslim Aljazair abad ke-20, dalam karyanya Les Conditions de la Renaissance en Islam (Persyaratan Kebangkitan dalam Islam) mengupas akar penyebab dan solusi untuk kebangkrutan peradaban, khususnya dalam konteks umat Islam. Bennabi mendefinisikan peradaban sebagai perpaduan tiga elemen fundamental: manusia (insan), tanah (turab), dan waktu (waqt). Manusia merupakan agen peradaban, tanah menyediakan sumber daya dan ruang lingkup, dan waktu menjadi wadah di mana peradaban berkembang dan berubah.
Agama, menurut Bennabi, berperan sebagai katalisator dalam peradaban. Agama memicu perubahan sosial dan pemikiran manusia, mendorong mereka untuk melampaui naluri dasar dan membangun tatanan sosial yang lebih bermoral dan adil. Contohnya, agama Islam membawa wahyu yang merevolusi tatanan masyarakat Arab pra-Islam, mengantarkan dari budaya masyarakat jahiliyah yang penuh dengan barbarisme dan ketidakadilan, menuju peradaban yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan kesetaraan.
Perkembangan Manusia dan Masyarakat
Bennabi menguraikan perkembangan manusia dalam tiga tahap. Pertama, masa benda. Menjelaskan bahwa bayi yang baru lahir belum memiliki gambaran dunia luar. Contohnya, bayi terlahir dengan insting mengisap dan menangis, namun belum memahami makna dan konteks di balik tindakan tersebut.
Kedua, masa tokoh yang menjelaskan bahwa individu mulai berinteraksi dan meniru orang lain, terutama figur otoritas. Contohnya, anak-anak belajar meniru perilaku orang tua, guru, atau tokoh panutan mereka dalam proses sosialisasi dan pembentukan identitas diri.
Ketiga, masa ide. Masa ini menerangkan bahwa manusia mencapai kematangan dan mampu berpikir abstrak, membangun dunia idenya, dan menciptakan perbedaan budaya dan ideologis. Contohnya, para filsuf, ilmuwan, dan seniman di era pencerahan melahirkan ide-ide baru yang menantang dogma dan tradisi lama, mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan seni.
Masyarakat menurut Bennabi, juga mengalami proses evolusi. Pertama, masyarakat pra-peradaban yaitu masyarakat yang belum matang, seperti masyarakat jahiliyah yang ditandai dengan tribalisme, perbudakan, dan hukum adat yang belum berkembang. Contohnya, masyarakat Arab sebelum mengenal agama dan sistem pemerintahan yang modern.
Kedua, masyarakat berperadaban yang merupakan dunia ide berkembang, kehidupan tidak primitif, fokus pada kontribusi individu. Contohnya, peradaban Islam di masa Abbasiyah mengalami kemajuan pesat dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, dengan banyak pemikir dan ilmuwan muslim yang memberikan kontribusi signifikan bagi peradaban dunia.
Terakhir, masyarakat pasca-peradaban di mana peradaban mengalami kemunduran karena stagnasi ide dan hilangnya semangat inovasi. Contohnya, peradaban Islam masa Utsmaniyah yang mengalami kemunduran dalam berbagai bidang akibat faktor internal, seperti korupsi, nepotisme, dan keengganan untuk menerima perubahan.
Siklus Peradaban Bennabi
Dalam pandangan Bennabi, siklus peradaban terdiri dari tiga tahap. Pertama, spiritual, yang menjelaskan bahwa agama mendominasi, mengendalikan naluri manusia melalui “proses bersyarat”. Pada tahap ini, nilai-nilai agama menjadi landasan moral dan sosial, mendorong individu untuk bertindak sesuai dengan tuntunan agama dan menunda pemenuhan keinginan duniawi demi tujuan spiritual yang lebih tinggi. Contohnya, masa awal penyebaran Islam di mana para sahabat Nabi Muhammad SAW hidup dengan penuh kesederhanaan dan pengabdian kepada Allah SWT.
Kedua, rasional, yang mana kepentingan dan tantangan baru memicu kemampuan dan kreativitas. Pada tahap ini, akal manusia mulai berkembang dan berperan penting dalam memecahkan masalah dan menemukan solusi baru. Contohnya, era renaisans di Eropa yang ditandai dengan kebangkitan ilmu pengetahuan dan seni, para pemikir mulai mempertanyakan dogma agama dan tradisi lama dengan menggunakan nalar dan penalaran.
Ketiga, naluri, yang merupakan kelemahan dan kekacauan muncul ketika naluri menjadi bebas. Pada tahap ini, nilai-nilai agama dan moral mulai memudar, digantikan oleh materialisme, hedonisme, dan individualisme. Contohnya, masyarakat modern yang sering terjebak dalam gaya hidup konsumtif dan mengejar kesenangan semata, mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan dan spiritualitas.
Kebangkrutan Peradaban
Kebangkrutan peradaban merupakan sebuah fenomena yang memprihatinkan, di mana suatu peradaban yang dulunya maju dan gemilang mengalami kemunduran, stagnasi, dan kehilangan vitalitasnya. Menurut Bennabi, akar keruntuhan disebabkan oleh kolonialisme dan kolonisabilitas. Kolonialisme merupakan faktor eksternal yang berupa penindasan, eksploitasi, dan penghancuran oleh kekuatan asing.Kolonialisme merampas sumber daya, menghambat kemajuan, dan menanamkan rasa inferioritas pada bangsa yang dijajah. Contohnya, kolonialisme Barat di berbagai negara Islam telah menyebabkan kerusakan parah pada infrastruktur, ekonomi, dan budaya masyarakat lokal.
Kolonisabilitas adalah faktor internal yang membuat suatu bangsa rentan terhadap kolonialisme. Faktor ini meliputi kelemahan etika, struktur sosial yang kaku, sistem pendidikan yang tertinggal, ekonomi yang lemah, dan sistem politik yang korup. Contohnya, kemunduran intelektual dan moral di kalangan umat Islam pada masa pasca kekhalifahan Abbasiyah membuat mereka mudah terjajah oleh kekuatan Barat.
Kritik Bennabi terhadap Kondisi Umat Islam Saat Ini
Bennabi tidak segan mengkritik kondisi umat Islam pada masanya, yang menunjukkan gejala-gejala kebangkrutan peradaban. Ia mengemukakan beberapa kritik tajam, di antaranya, pertama, banyak bicara daripada berbuat. Umat Islam lebih banyak berteori dan berdebat daripada melakukan aksi nyata untuk membangun peradaban. Hal ini menunjukkan kurangnya tekad dan pragmatisme dalam mewujudkan cita-cita Islam.
Kedua, anggapan sudah sempurna. Terdapat kecenderungan untuk merasa puas dengan kejayaan masa lalu Islam dan mengabaikan realitas kemunduran saat ini. Sikap ini menghambat introspeksi dan upaya untuk melakukan perbaikan.
Ketiga, mengagungkan masa lalu. Kecintaan berlebihan terhadap masa lampau tanpa diiringi dengan upaya untuk meneladani nilai-nilai positif dapat menjerumuskan umat Islam ke dalam romantisme buta dan menghambat kemajuan.
Bennabi juga mengkritik bahwa dalam kalangan umat Islam terdapat banyak perdebatan wacana. Terlalu banyak fokus pada perdebatan teologis dan fikih yang tidak relevan dengan realitas sosial dan kebutuhan umat Islam masa kini. Kemudian fokus kuantitas yang terlalu mementingkan jumlah pengikut dan simbolisasi agama, tanpa memperhatikan kualitas keimanan dan ketakwaan individu. Umat Islam saat ini juga sentimental. Emosi dan prasangka sering kali mendominasi pemikiran dan tindakan, menggantikan akal sehat dan objektivitas dalam menyelesaikan masalah. Bennabi beranggapan bahwa banyak umat Islam yang atomisme, individualisme, dan egoisme menggerogoti rasa persatuan dan solidaritas umat Islam, sehingga mereka sulit untuk bersatu dan berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.
Solusi Bennabi untuk Membangun Kembali Peradaban Islam
Bennabi tidak hanya mengkritik, tetapi juga menawarkan solusi konkret untuk membangun kembali peradaban Islam. Ia menekankan pentingnya tiga pilar utama. Pilar pertama yaitu tauhid. Bukan hanya sekadar memahami konsep tauhid secara intelektual, tetapi juga mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti menjadikan Allah SWT sebagai pusat kehidupan dan menjadikan nilai-nilai Islam sebagai landasan moral dan sosial.
Pilar kedua yaitu kesadaran baru, membangun kesadaran baru tentang realitas umat Islam saat ini, termasuk kelemahan dan kekurangannya. Kesadaran ini menjadi pendorong untuk melakukan perubahan dan kemajuan.
Pilar ketiga, reorientasi, yaitu melakukan reorientasi dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari budaya, pendidikan, ekonomi, hingga politik. Reorientasi ini harus berlandaskan nilai-nilai Islam yang autentik dan kontekstual dengan kebutuhan zaman.
Pemikiran Malik Bennabi tentang kebangkrutan peradaban dan solusi untuk membangun kembali peradaban Islam masih relevan hingga saat ini. Kritik tajam dan solusi yang ditawarkan Bennabi memberikan landasan penting bagi umat Islam untuk melakukan introspeksi agar meraih kejayaannya kembali.
Referensi:
Ngaji Filsafat 429 : Malek Bennabi - Civilizational Bankruptcy, edisi Wolak Waliking Zaman, bersama Dr. Fahruddin Faiz, M. Ag di Masjid Jendral Sudirman Yogyakarta, pada Rabu, 12 Juni 2024.
Category : catatan santri
SHARE THIS POST