Inteligensia dan Politik dalam Perspektif Mohammad Hatta

slider
04 Oktober 2021
|
2771

Apa yang disebut sebagai kaum inteligensia punya peran yang signifikan dalam membawa arah perubahan dalam lintasan sejarah bangsa Indonesia, salah satunya dalam membentuk kesadaran politik modern. Hal itulah yang diungkapkan oleh Mohammad Hatta dalam tulisannya “Tanggung jawab Moral Kaum Inteligensia” (1984).

Secara sederhana, yang dimaksud kaum inteligensia di sini adalah golongan yang mengenyam pendidikan tinggi dan mempunyai kemampuan teoretis yang mumpuni.

Apa yang dikemukakan oleh Hatta, sejalan dengan yang digambarkan oleh seorang Indonesianis, Herbert Feith dalam pengantarnya pada buku Indonesian Political Thinking 1945-1965 (2007).

Feith memaparkan bahwa pada awal abad ke-20, anak-anak muda berpendidikan tinggi, kebanyakan sekolah di luar negeri dan terinspirasi dari berbagai pemikiran besar dunia, dan melakukan kritik yang keras terhadap pemerintah kolonial Belanda.

Salah satu peristiwa besar yang diinisiasi para pemuda itu, yaitu terwujudnya konsensus kebangsaan, yakni Sumpah Pemuda pada 1928. Perjuangan dan semangat para pemuda saat itu dilatar belakangi anggapan bahwa, pemerintah kolonial hanya menyengsarakan dan membuat rakyat kesulitan untuk berkembang. Mereka menganggap dirinya mampu melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.

Dalam pandangan Hatta, Sumpah Pemuda itu menjadi salah satu contoh bahwa kaum inteligensia mempunyai tradisi yang baik dalam menentukan nasib bangsa. Selain itu, ada banyak contoh lain yang menunjukkan bahwa kaum inteligensia menjadi pelopor dalam pergerakan politik.

Sebab itu, Hatta mempunyai harapan bahwa apa yang disebut sebagai kaum inteligensia, mampu meneruskan tradisi yang cemerlang, sebagaimana yang ditunjukkan oleh kaum inteligensia di masa lalu (era pergerakan nasional). Singkat kata, kaum inteligensia tidak bisa bersikap apolitis.

Hatta menjelaskan bahwa pekerjaan kaum inteligensia di masa lalu, yaitu “merubuhkan” pemerintah kolonial Belanda. Sementara itu, tugas kaum inteligensia di era sekarang, yaitu “membangun”.

Membangun dalam konteks ini bisa diartikan sebagai membangun Indonesia yang adil dan makmur, dan dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab serta kebenaran dan keadilan.

Pokok kemauan dan keberanian itu terletak pada cinta akan kebenaran dan keadilan sebagai pembawaan orang berilmu, dan cinta akan suatu cita-cita besar yang jadi penyuluh harapan bangsa.

Hatta sendiri melihat pembentukan karakter kaum inteligensia, selain memang tugas yang harus diusahakan oleh kaum inteligensia itu sendiri, juga tugas dari perguruan tinggi.

Posisi Inteligensia dalam Politik

Inteligensia mempunyai tanggung jawab untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik, karena berkaitan dengan tanggung jawabnya baik secara intelektual maupun moral. Dan dalam perspektif Hatta, hal itu bisa diupayakan baik di dalam maupun di luar pemerintahan.

Kaum inteligensia dengan kapasitas pengetahuannya mempunyai tanggung jawab untuk mewujudkan cita-cita sosial yang menjadi landasan berdirinya republik ini. Dengan demikian, kaum inteligensia tidak bisa bersikap pasif.

Dalam perspektif Hatta, ketika kaum inteligensia berada di luar pemerintahan, ia tidak bisa menyerahkan segala-galanya kepada mereka yang kebetulan menduduki jabatan yang memimpin negara atau masyarakat. Kaum inteligensia adalah bagian dari masyarakat, warga negara yang sama-sama mempunyai hak dan kewajiban.

Dalam konteks Indonesia, ia ikut bertanggung jawab untuk kehidupan bangsa yang lebih baik. Terlebih lagi, kaum inteligensia adalah warga negara terpelajar yang seharusnya memiliki kapasitas menimbang baik dan buruk dengan mendasarkan pada pengetahuannya dan juga kemampuan teoretis maupun metodologinya.

Dengan demikian, pada dasarnya kaum inteligensia mempunyai tanggung jawab untuk menumbuhkan apa yang disebut dalam kajian ilmu politik modern sebagai demokrasi substantif. Hal ini berlaku juga untuk kaum inteligensia yang memilih berjuang melalui partai politik. Kita tahu, partai politik merupakan suatu hal yang penting dalam negara demokrasi.

Akan tetapi, menjadi masalah penting, ketika ketika partai politik tidak sadar dan tidak mau menjalankan fungsi sebagaimana mestinya, dan dalam sorotan Hatta justru lebih memperlihatkan oligarki secara strukturalnya, dibandingkan demokrasi. Hatta memandang perlunya keterlibatan kaum inteligensia dalam partai politik untuk mencari penyelesaiannya.

Sebab itu, hal yang perlu ditegaskan kembali, baik di dalam ataupun di luar pemerintahan, hal terpenting bagi kaum inteligensia dalam pandangan Hatta adalah mempunyai keinsafan tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat.

Meskipun yang menjadi keprihatinan Hatta yang juga patut menjadi keprihatinan kita bersama, yakni bagaimana sejarah yang sudah membuktikan bahwa kaum inteligensia mampu membuat suatu revolusi dengan menumbangkan kolonial Belanda, dan membentuk negara yang bernama Indonesia, tapi kita kalah dalam mengukuhkan revolusi sosial.

Hatta sendiri menulis: “Kaum inteligensia Indonesia mempunyai tanggung jawab moral terhadap perkembangan masyarakat. Apakah ia ada duduk di dalam pimpinan negara dan masyarakat ataupun tidak, ia tidak akan terlepas dari tanggung jawab itu.”

Bagi Hatta, meskipun kaum inteligensia berdiri di luar pemerintahan, ia mempunyai kewajiban untuk mengkritik ketika pemerintah dianggap melakukan kekeliruan.

Berdiam diri melihat kekeliruan terlebih lagi menyengsarakan masyarakat, sama saja dengan melakukan pengkhianatan terhadap kemanusiaan. Meskipun saya sadari betul, bahwa salah satu hal yang membatasi peran agensi inteligensia, yaitu struktur ekonomi politik yang oligarkis.

Meskipun banyak tantangan yang dihadapi oleh kaum inteligensia, tanggung jawab moral terus melekat dalam dirinya. Ia tetap harus berjuang, dan perjuangan itu harus didasarkan pada nilai kemanusiaan.

Dalam perspektif Hatta, kemanusiaan inilah yang menjadi pedoman hidup dan pegangan perjuangan kaum inteligensia untuk mencapai kebenaran, keadilan, kebahagiaan, kesejahteraan dan sebagainya.


Category : keilmuan

SHARE THIS POST


ABOUT THE AUTHOR

Cusdiawan

Alumnus Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Padjadjaran