Bab Nikah

10 April 2018
|
1196

Beberapa tahun yang lewat, ramai di berbagai media sosial warganet kemruyuk membicarakan ihwal hari patah hati dan pernikahan, mulai dari hari patah hati nasional, hari patah hati Internasional, hingga hari patah hati dunia-akhirat. Warganet terus ramai membicarakannya, ngrasani, terutama yang belum menikah sepertinya, yang kira-kira dalam hati mereka berkata: “Alangkah beruntungnya kalau punya suami saleh atau punya istri salehah.”

Di luar pernikahan yang rame dibuat meme itu, ada juga berita tentang pernikahan palsu, di mana salah seorang pengantinnya ternyata melakukan pernikahan hanya untuk membawa kabur uang mahar setelah menikah. Duh. Lalu, apakah sebenarnya hakikat menikah itu? Sudahkah kita benar-benar paham betul dan memahaminya?

Memahami perihal pernikahan sangat penting, baik bagi kita yang sudah menikah, sebagai masukan bagi diri sendiri agar dapat menjadi lebih baik dalam membina rumah tangga, maupun bagi kita yang belum menikah, sebagai ancang-ancang, langkah awal, agar tidak salah niat, sebelum kita memasuki tahapan bahtera kehidupan rumah tangga.

Sebenarnya ada banyak sekali pandangan terkait pernikahan. Namun bisa disimpulkan begini: Pernikahan adalah sebuah upacara, yang didalamnya terjadi ikatan janji suci pernikahan yang dilakukan oleh dua pihak, dengan tujuan meresmikan ikatan pernikahan, baik secara hukum, agama, maupun sosial.

Pengesahan pernikahan secara hukum biasanya ditandai dengan sebuah dokumen yang di dalamnya tertulis catatan tentang pernikahan yang ditanda tangani. Sedangkan upacara pernikahan biasanya dilakukan menurut budaya daerah masing-masing, sesuai tradisi maupun lingkungan kelas sosial setempat. Namun pernikahan dalam pandangan Islam tidaklah secetek itu.

Pernikahan bukan hanya soal catatan dan tanda tangan, hitam di atas putih. Pernikahan bukan hanya sebuah seremonial belaka. Di dalamnya ada akad, perjanjian, kontrak, yang sebenarnya amat sangat sakral. Tidak seperti akad-akad lainnya. Tidak hanya sekadar sebuah kalimat yang diucapkan oleh pihak-pihak yang hendak melakukan perjanjian.

Dalam pernikahan, akad nikah berarti perjanjian untuk membina rumah tangga, perjanjian antara calon istri dengan calon suami untuk membawa jodoh hingga ke surga, perjanjian dengan calon keluarga baru untuk senantiasa mengasihi dan membimbing pasangan dan keluarga kepada ridha Allah, dan perjanjian dengan Allah untuk senantiasa bersyukur atas nikmat yang telah dianugerahkan-Nya.

Penyebutan Pernikahan dalam Al-Quran

Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa penyebutan tentang pernikahan. Penyebutan yang pertama yaitu pernikahan adalah tanda kekuasaan Allah, penyebutan yang kedua yaitu pernikahan adalah simpul ikatan, dan penyebutan yang ketiga yaitu pernikahan adalah janji yang berat.

Ayat yang paling populer tentu saja QS. Ar Ruum [30]: 21, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.

Dalam Al-Qur’an banyak sekali berbicara tentang ayat-ayat kekuasaan Allah SWT., seperti dalam QS. Ar Ruum [30]: 21 di atas, dan seringkali diawali atau diakhiri dengan puji-pujian kepada Allah SWT. Hal ini menjadi isyarat bagi kita, bahwa Al-Qur’an mengajarkan kita untuk senantiasa bersyukur dengan banyak beribadah serta melantunkan puji-pujian kepada-Nya. Karena semua itu adalah nikmat Allah bagi kita. Demikian penyebutan yang pertama tentang pernikahan di dalam Al-Quran.

Berikutnya QS. Al Maidah [5]: 1, “Wahai orang-orang yang beriman penuhilah janji-janjimu.” Dalam bahasa Arab, akad berarti ikatan janji. Sebuah ikatan janji pastinya akan membawa hak-hak dan kewajiban antara pihak-pihak yang telah terikat janji.

Pernikahan juga merupakan simpul ikatan. Ikatan antara laki-laki dan perempuan, yang juga membawa hak dan kewajiban, dan harus dipenuhi, sebagai seorang suami dari istri, sebagai seorang istri dari suami, dan nantinya sebagai orang tua dari anak-anak hingga nanti sampai tiada. Di dalam Islam, janji hukumnya adalah wajib untuk ditepati, sebagaimana perintah Allah dalam QS. Al Maidah [5]: 1 di atas. Demikian penyebutan yang kedua tentang pernikahan di dalam Al-Qur’an.

Terakhir, penyebutan pernikahan yang ketiga dalam Al-Qur’an, yaitu pernikahan juga merupakan janji yang berat, yang di dalam Al-Quran disebutkan sebanyak tiga kali. Pertama, dalam QS. An Nisa [4]: 21 untuk akad pernikahan. Kemudian yang kedua, seperti yang difirmankan dalam QS. Al Ahzab [33]: 7, untuk perjanjian antara para nabi dengan Tuhan mereka, untuk menyampaikan risalah Allah, dan dalam ayat kedelapan Allah menjelaskan bahwa janji ini adalah untuk menguji siapa yang sungguh-sungguh dalam menepatinya. Dan yang terakhir, janji Bani Israil terhadap Allah SWT. untuk mengemban risalah tauhid di atas dunia. Janji yang karenanya Allah mengangkat gunung untuk ditimpakan di atas kepala Bani Israil, sebagai ancaman bagi mereka yang tidak mau menepati janji. Namun mereka kemudian mendapatkan laknat dari Allah karena tidak menepati janji tersebut.

Pernyataan bahwa akad nikah adalah janji yang berat tentunya memberi isyarat bagi kita bahwa hubungan suami-istri pada dasarnya adalah sebuah hubungan yang memiliki konsekuensi yang besar. Siapa pun yang menepati janji itu, dia akan termasuk dalam golongan orang yang jujur dan benar serta berada dalam jalan yang lurus. Sedangkan yang tidak mampu menepatinya dalam hal ini berarti dia tidak menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan kosekuensi dari akad itu, maka dia mendapatkan hukuman Allah.

Urgenitas Menikah

Pernikahan bukanlah sebuah ajang kompetisi, tidak seperti lomba balap karung di acara Agustusan: siapa yang cepat dia yang menang. Setiap orang memiliki takdirnya masing-masing. Ada yang dipertemukan jodohnya dan kemudian menikah di usia yang masih muda. Ada juga yang dipertemukan jodohnya dan menikah ketika usia sudah matang. Semuanya telah tertulis, bahkan sebelum kita dilahirkan ke bumi, dengan siapa kita akan berjodoh.

Mungkin saja saat ini kita sendiri, belum juga menemukan satu nama pun yang terasa tepat untuk kita. Tetapi siapa tahu? Mungkin saja jodoh kita sedang berjarak lima menit saja dari tempat kita sekarang. Siapa yang akan tahu, mungkin besok atau lusa, kita sudah berbincang-bincang dengan calon keluarga baru kita. Jodoh memang di tangan Tuhan, tetapi kalau tidak diambil, dengan cara ikhtiar disertai doa, selamanya akan ada di tangan Tuhan. Rayulah Tuhan dengan cinta dan keimanan kita kepada-Nya.

Seperti yang kita tahu, menikah merupakan sunah Nabi Muhammad Saw, sangat dianjurkan untuk seorang muslim dan muslimah. Menikah adalah fitrah dan menjadi salah satu sarana agung untuk memelihara keturunan, menguatkan hubungan dengan sesama manusia, yang pada hakikatnya kita semua adalah saudara se-Adam. Menikah sewajarnya menjadikan sebuah jaminan akan melimpahnya kasih sayang, cinta, dan ketenangan dunia akhirat.

Dalam Islam, manusia disyariatkan untuk melakukan pernikahan. Bahkan salah seorang sahabat Nabi yang memiliki niat untuk membujang agar bisa memaksimalkan semua waktu untuk beribadah kepada Allah SWT, pernah ditegur Nabi. Karena memang membujang tidak disyariatkan dalam Islam. Menikah itu hukumnya halal. Tetapi bisa juga menjadi sunah, atau makruh, bahkan bisa juga menjadi haram. Tergantung dengan niat dan tujuan kita. Maka dari itu, luruskan dulu niat dan tujuan sebelum kita memutuskan untuk menikah.


Category : kolom

SHARE THIS POST


ABOUT THE AUTHOR

Devi Ernawati