Puisi-puisi Fadiza Fajar #4
Bacaan Air
Hari ke dua belas di bulan suci
Ayat-ayat itu dibaca dengan bacaan air
Mengalir dengan kepasrahan,
Seperti seorang yang berserah dengan tunduk,
dengan tawaduk...
Membasahi waktu-waktu kering
Di hari-hari ini yang terasa asing
(Yogyakarta, 2020)
Inna Ma’al ‘Usri Yusraa
Apakah telah sampai kepadamu?
Cerita seorang yang bermimpi
Ada perjumpaan dengan satu ayat suci
Inna ma’al ‘usri yusraa
Kemudian taman-taman teratai muncul dengan segera
Dan kura-kura hijau tua berenang di pinggirnya
Tepat sesaat setelah memandang gelap sisi-sisi gua
Hawa dingin dan keterasingan
Sesaat, hanya sesaat saja
Dan kita menjumpai keadaan yang sama
Pada tiap tahap hidup yang dihadap
(Yogyakarta, 2020)
Keyakinan
Adalah warna hijau yang memenuhi penglihatan
Ketika datang bacaan itu
Berbunyi sebuah pertanyaan;
Benarkah keyakinanmu tentang mendapat pertolongan dari-Nya
adalah bukan sebuah keangkuhan?
Warna hijau itu menjelma menjadi sebuah ruang kaca
Pantulan diri di mana-mana
Ku ulangi pertanyaan tadi
Berkali-kali
(Yogyakarta, 2020)
Telepon dari Bapak
Pukul 03.17 waktu rutin handphone berdering
Di balik suara yang kadang-kadang nyaring,
Pertanyaan-pertanyaan sama
Suara bapak di sana;
“Sudah bangun dan sahur?”
Aku menjawab setengah terlelap
Ruh belum utuh
Dan ku tahu, bukan karena kekhawatiran aku tak makan
Orang tua yang sendiri, selalu berteman dengan rindu, bukan?
(Yogyakarta, 2020)
Nuansa Kembali
Sesekali ia menangis sambil berbicara
Tentang nuansa kematian yang mungkin terjadi padanya
di saat-saat yang begitu acak,
Kali ini aku dipaksa merenung saat sedang memotong terong
Katanya, jika ia harus membusuk sebagai seorang mayat,
Apapun organ yang menyimpan seluruh kasih sayang dalam dirinya
Agar menjadi yang terakhir melebur
Setidaknya ia akan mengenali tanah, air, cacing, dan akar-akar tanaman,
lalu berteman kembali di kubur nanti,
Harapannya
(Yogyakarta, 2020)
Category : cerpen
SHARE THIS POST