Dzikir Petani
Terpujilah Allah SWT yang telah menciptakan manusia berjenis petani. Petani termasuk manusia yang ingin selamat hidupnya. Meski lahannya kian hari semakin sempit, ia tetap bertani. Lalu ingat kepada Allah yang memberinya rezeki dan bersabar menjalani hidup. Ketika kebutuhan hidup semakin meningkat, biaya pendidikan tidak lagi murah, ia tetap bertani.
Bertaninya pun giat. Ia berangkat setelah salat subuh. Istirahat menjelang dhuhur, lalu salat dhuhur. Kemudian ia kembali bertani. Sampai waktu ashar, ia berhenti untuk salat ashar. Malamnya ia tidak lupa salat maghrib, berdzikir, membaca Al-Qur’an sampai menjelang isya, lalu salat isya, lalu berdzikir lagi dan membaca Al-Qur’an lagi.
Setelah itu ia menemani anaknya belajar atau bercengkerama dengan teman hidupnya, atau menemui tamu, atau ia yang bertandang ke tetangga, saudara, dan kawannya. Baru jam 9-10 malam ia berangkat tidur. Sekitar jam 3 pagi ia bangun untuk salat malam, berdzikir, membaca Al-Qur’an. Sampai subuh menjelang. Selesai menunaikan salat subuh, ia kembali berdzikir, membaca Al-Qur’an, mandi, lalu berangkat ke sawah atau ke lading seperti hari kemarin. Begitulah dunia petani. Jadwal itu tidak berubah. Tiap hari mesti sama.
Apakah dirinya buta kenyataan? Tidak. Ia tahu keadaan kaum petani di negeri ini yang mengenaskan. Banyak petani kaya dan sejahtera yang ditemuinya adalah petani pekerja keras yang tidak memedulikan waktu salat. Sementara tidak sedikit petani pekerja keras yang salat berikut dzikirnya terjaga, tapi ekonominya pas-pasan atau bahkan kekurangan.
Begitu pula sebaliknya. Ketika ada petani yang kaya karena bertaninya giat dan ibadanya tekun, ia berusaha belajar darinya. Ketika ia ternyata tetap miskin, ia tetap menerima. Ia percaya Allah SWT itu Maha Menyayangi, memberi rezeki pada setiap orang.
Ia percaya manusia merupakan ciptaan Allah. Diberi tugas menjalankan perintahnya, menjauhi larangannya, menyebarkan rahmat kepada sesame, dan diserahi lakon hidup: bertani. Ia tak ingin kaya dengan jalan meninggalkan Allah, atau kaya tapi punya penyakit stroke, atau kaya tapi anaknya kena narkoba, atau kaya tapi pasangan hidupnya selingkuh. Ia menerima takdir miskin dengan tetap di jalan lurus. Sehingga ia tetap sehat, anaknya saleh, pasangan hidupnya setia, dan kawannya banyak.
Ia tetap bertani. Lakon hidupnya memang bertani. Mencangkul dan menyiapkan lahan agar benih tanaman bisa hidup. Ia membersihkan rumput agar tanaman yang ditanam dapat tumbuh. Ia tidak memiliki nafsu membunuh rumput dengan obat semprot. Karena ia tahu, rumput adalah makhluk Allah, punya hak untuk hidup, bertumbuh, dan berkembang.
Untuk itulah tugasnya menjadi petani adalah mengatur agar tanaman yang akan ditanam dan rumput-rumput itu hidup bersama di bumi, tidak saling membunuh satu sama lain, atau tidak menghambat satu sama lain. Begitu pula ketika ia menggunakan pupuk. Ia akan menggunakannya dengan wajar. Tidak dengan niatan untuk meningkatkan hasil panen atau karena takut kalau hasil panennya sedikit.
Ia mengikuti perkembangan dunia pertanian. Terutama berkaitan dengan kebijakan penguasa yang tidak meningkatkan kesejahteraan petani. Bagaimana petani brambang dan petani cabe tidak menikmati hasil keringatnya ketika harga brambang dan cabe naik tinggi? Bagaimana ketika petani tembakau ditekan penguasa untuk berganti tanaman lain? Serta bagaimana kran impor tembakau dibuka oleh pemerintah demi untuk mendapatkan jenis tembakau yang kadar nikotin dan tarnya rendah?
Sebagai petani ia bermusyawarah dengan sesama petani untuk menemukan solusi. Ia menguatkan budaya gotong-royong. Ketika itu dirasa tidak bisa mengatasi masalah, ia mengadukan masalah tersebut kepada wakilnya di parlemen. Ia selalu ingat untuk menggunakan cara baik, menghindari sifat merusak yang menambah masalah.
Ia mengikuti perkembangan kritik kaum petani kepada penguasa. Ia tahu ada aksi demonstrasi yang disertai ancaman tidak akan membayar pajak dan tidak akan berpartisipasi dalam pilkada atau pemilu. Tapi ia tidak ikut-ikutan mengancam. Sekalipun begitu, ia tetap bersosialisasi.
Ia datang ke lapangan aksi demonstrasi beserta anak dan pasangan hidupnya seperti kebanyakan petani lain yang demo. Tapi saat ikut demo itu, hatinya diniatkan hanya bersilaturahmi saja. Ia tidak ikut ancam-mengancam, dan sekadar demi alasan untuk membelikan jajan pada anak dan pasangan hidupnya.
Ia hanya tersenyum ketika tidak sedikit petani yang berdemonstrasi dan berjuang dengan ancaman tersebut ternyata tidak konsisten. Ia tersenyum saat mengetahui tidak sedikit petani yang melakukan demo dan aksi disertai ancaman tersebut ternyata menjelang pemilu dan pilkada menjadi panitia penyelenggara pemilu, menjadi tim sukses partai, calon bupati, calon gubernur, calon presiden atau menerima uang dari tim sukses di desanya.
Ia tetap bertani, meskipun ia tahu dan dengar bahwa wakilnya di pusat dan parlemen dikepung korupsi. Ia tetap bertani, meski banyak orang mengatakan nalar mementingkan diri sendiri dan menumpuk kekayaan akan menghancurkan bangsanya dalam waktu dekat ini.
Ia hanya tidak ingin bangsanya tidak memiliki pemimpin, yang itu menjadikan tidak adanya aturan hidup bersama. Sehingga yang ada hukum rimba. Ia tetap berdoa semoga keadaan menjadi lebih baik.
Ia percaya kalau seseorang tidak bisa berbuat baik dan bermanfaat untuk orang banyak, maka sebaiknya ia berusaha berbuat baik untuk keluarganya dan dirinya sendiri. Kalaupun ia tetap tidak bisa berbuat begitu, maka yang terpenting ia tidak mau berbuat jelek atau menambah kerusakan.
Wallahu’alam.
Category : buletin
SHARE THIS POST