Yang Tergugah dan Mengubah: Peran Intelektual menurut Edward Said

slider
29 Mei 2025
|
662

Intelektual adalah kata yang sering disebut-sebut khalayak umum untuk menandai sosok atau orang yang memiliki pengetahuan luas dan berpengaruh di masyarakat. Dalam diskursus akademik dan sosial, istilah ini acapkali tertukar dengan kata ilmuwan atau cendekiawan. Padahal, istilah-istilah tersebut memiliki karakterisitik dan peran tertentu yang membuatnya berbeda satu sama lain.

Edward Wadie Saidseorang aktivis Amerika-Palestina sekaligus orang yang memulai diskursus Pascakolonial—menawarkan pandangan yang dalam dan menarik tentang intelektual dan perannya dalam masyarakat. Ketokohannya dalam wacana keilmuan dan kekokohan sikapnya dalam aktivitas politik, menjadikan pemikirannya tersebut layak untuk dikulik. Terlebih, melihat kondisi masyarakat Indonesia hari ini yang “gerah” karena dipenuhi banyak pseudo-intelektual (intelektual semu).

Napak Tilas Kehidupan Edward W. Said

Edward Wadie Said (1935-2003) adalah seorang intelektual, kritikus sastra, dan aktivis Palestina-Amerika yang sangat berpengaruh. Ia lahir di Yerusalem dari keluarga Kristen Arab yang cukup berada. Said memperoleh pendidikan Barat yang kuat, dengan gelar sarjana dari Princeton University dan gelar master serta Ph. D dari Harvard University. Ia kemudian menjadi profesor sastra Inggris dan komparatif di Columbia University.

Said terkenal karena karyanya yang inovatif dan kontroversial, terutama bukunya yang sangat berpengaruh, Orientalism (1978). Dalam buku ini, ia mengkritik representasi Barat tentang Timur sebagai eksotis, terbelakang, dan membutuhkan penjajahan, yang menurutnya melanggengkan hubungan kekuasaan yang tidak setara. Mengenai intelektual, Said menulis buku berjudul Representations of the Intellectual (1997), yang mengeksplorasi peran dan tanggung jawab intelektual dalam masyarakat.

Said juga merupakan seorang aktivis yang vokal dan gigih dalam memperjuangkan hak-hak Palestina. Ia adalah anggota Dewan Nasional Palestina selama beberapa tahun dan sering mengkritik kebijakan Israel terhadap Palestina. Sebagai seorang intelektual publik, Said sering tampil di media dan memberikan kuliah di berbagai forum, menyuarakan pandangannya tentang isu-isu politik, budaya, dan sastra. Ia dikenal karena keberaniannya, ketajaman analisisnya, dan komitmennya terhadap keadilan.

Apa itu Intelektual dan Mengapa Ia Berbeda?

Seperti apa yang telah disinggung di awal, makna intelektual seringkali dicampurbaurkan dengan kata-kata serupa seperti sarjana, ilmuwan, dan cendekiawan. Kita perlu membedakan makna masing-masing kata untuk mengetahui apa yang dimaksud oleh Said sebagai intelektual.

Sarjana, dalam pandangan umum, adalah lulusan perguruan tinggi. Adapun Ilmuwan atau peneliti adalah orang yang menguasai bidang tertentu dengan tujuan mengembangkan ilmu pengetahuan itu sendiri. Mereka berorientasi pada science for science. Sedangkan cendekiawan, adalah orang yang berpengetahuan luas dan memiliki kebijaksanaan yang tinggi. Dalam laku keilmuannya, ia biasanya melakukan pertimbangan-pertimbangan etis.

Intelektual melampaui berbagai kata dan istilah di atas. Intelektual adalah mereka yang di samping memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan, ingin membawa perubahan sosial yang emansipatif pada lingkungannya. Mereka adalah orang-orang yang—sebagaimana diutarakan oleh Julien Benda—memiliki komitmen pada kebenaran dan rela berkorban atas kebenaran yang ia percayai. Bagi Ali Syariati, seseorang revolusioner Iran, intelektual adalah orang yang pikirannya tercerahkan dan ingin mencerahkan yang lain serta melakukan perubahan dalam masyrakat.

Edward W. Said dalam karyanya yang berjudul  Representations of the Intellectual menyatakan bahwa intelektual ialah individu yang memiliki kemampuan untuk mewakili, mewujudkan, mengartikulasikan pesan, pandangan, dan, sikapnya kepada dan untuk publik. Peran ini menuntut keberanian untuk mengajukan pertanyaan dan pernyataan yang tidak nyaman di depan publik, menentang ortodoksi, serta menjaga jarak dari ikatan institusi tertentu seperti kekuasaan agar tidak mudah dikooptasi.

Said sendiri memberikan penekanan pada peran krusial intelektual dalam sejarah. Ia menyatakan bahwa tidak ada revolusi besar dalam sejarah modern tanpa keterlibatan intelektual, dan sebaliknya, tidak ada gerakan kontra-revolusi tanpa intelektual. Ini dapat dilihat pada Revolusi Prancis 1789 yang melibatkan tokoh intelektual revolusioner seperti Jean Jacques Rousseau. Sementara, gerakan kontra-revolusioner yang melibatkan berbagai pihak seperti pendeta, bangsawan, raja dan tokoh intelektual sezaman seperti Edmund Burke.

Peran Intelektual dalam Masyarakat

Dalam buku Representations of the Intellectual, Said mengatakan The Intellectual’s role is to speak the truth to power.” Seorang intelektual berperan sebagai sosok yang berani menyatakan kebenaran di depan kekuasaan, utamanya terhadap kekuasaan yang korup. Apa yang dinyatakan oleh Said agaknya sejalan dengan perkataan Nabi Muhammad Saw, Jihad yang paling utama adalah menyatakan kebenaran di depan penguasa zalim.

Kalimat tersebut terdengar ringan, namun tak sesederhana kedengarannya. Sebab, seorang intelektual menurut Said harus berani melawan kemapanan penguasa yang menjadi rezim kebenaran, memegang tanggung jawab moral dan intelektual, memihak kaum tertindas, dan siap kehilangan posisi dan kenyamanan . Hal ini dibarengi dengan keteguhan berkomitmen pada kebenaran dan sikap independen. Oleh karenanya, aktivitas intelektual adalah aktivitas yang melibatkan penyelidikan rasional dan moral.

Lebih lanjut, intelektual adalah mereka yang memiliki kesadaran skeptis atas hal-hal yang sudah menjadi baku dalam masyarakat. Seorang intelektual harus berani menentang ortodoksi dan kritis mempertanyakan keyakinan yang mapan serta menantang status quo. Mereka mendorong masyarakat untuk berpikir kritis dan tidak menerima begitu saja setiap gagasan yang ada.

Di samping itu, intelektual juga memiliki peran untuk mewakili mereka yang tidak terwakili. Yakni menjadi suara bagi kelompok-kelompok miskin, marjinal, lemah, dan terpinggirkan. Dengan demikian, mereka senantiasa memperjuangkan nilai-nilai inklusi dan keadilan sosial.

Peran yang besar tersebut mau tak mau menuntut agar seorang intelektual mampu menggunakan bahasa dengan baik dan tahu kapan harus "campur tangan" dalam wacana publik. Dengan kata lain, menjadi intelektual bukanlah sekadar memiliki pengetahuan, namun berani menyatakan pengetahuan dan pandangannya di depan publik untuk kepentingan publik itu sendiri. Karenanya, seorang intelektual merupakan “pengganggu yang konstruktif”: tidak hanya paham cara membongkar, namun tau cara memasang kembali. Bukan sekadar orang yang mahir mengkritisi, namun mampu memberikan inovasi atas persoalan yang ada.

Yang Profesional dan Yang Amatir

Salah satu pandangan Edward Said yang menarik dibahas dan relevan dengan kondisi masyarakat hari ini ialah bagaimana ia membagi dua jenis intelektual: profesional dan amatir. Sekalipun bernada positif, Said mengkritik tajam keberadaan intelektual profesional.

Intelektual profesional bagi Said ialah mereka yang cenderung tunduk pada status quo, konvensi, dan kepentingan institusi tempat mereka bekerja, seperti kampus, media, atau pemerintah. Intelektual model ini seringkali menghindari risiko, dan lebih memilih stabilitas karir dan reputasi, serta fokus pada spesialisasi sempit yang aman dan tidak kontroversial.

Untuk menjaga reputasi, mereka memilih melakukan self-sensoring agar tetap diterima di lingkar institusi kekuasaan, perusahaan, atau akademik, serta mengabaikan kepentingan masyarakat dan penderitaan orang banyak. Lebih lanjut, Said mengkritik penggunaan bahasa mereka yang cenderung terlalu akademis dan rumit, justru menjauhkan publik dari wacana penting.

Said menyebut profesionalisme adalah ancaman utama bagi kaum intelektual saat ini. Ia menggambarkan profesionalisme sebagai sikap yang menganggap pekerjaan intelektual sebagai pekerjaan yang bertujuan mencari nafkah. Intelektual profesional cenderung menghindari kontroversi baik dari masyarakat maupun kekuasaan dan mengutamakan  apa yang laku di dalam pasar masyarakat.

Di lain sisi, intelektual amatir ditandai dengan kemerdekaan tanpa keterikatan pada suatu institusi ataupun kepentingan pribadi. Intelektual amatir adalah penjelajah ide dan pengetahuan yang bebas tanpa batasan, selain batasan moral dan intelektual. Ini membuat seorang intelektual amatir memiliki tekad untuk mengeksplorasi bidangnya secara lebih luas, di samping berani dengan lantang menyampaikan pandangan dan pemikirannya kepada publik. Keberanian mereka melintasi batasan-batasan ancaman dan ketidaknyamanan baik dari kekuasaan maupun dari kelompok yang hendak mempertahankan status quo dalam masyarakat.

Hari ini, saat dunia telah terproyeksikan pada perkembangan media digital—tempat di mana informasi begitu mudah dan masif disebarkankita kesulitan menentukan siapa yang patut kita dengar dan percayai. “Garis-garis pembatas” yang dibuat oleh Said mengenai sosok intelektual di atas barangkali bisa membantu kita untuk menetukan siapa yang berhak kita sebut sebagai intelektual serta memahami apa tugas dan tanggung jawab yang dipegangnya.

Perkataan dan pesan Edward W. Said kepada kaum intelektual berikut menjadi penutup tulisan ini:

Lihatlah situasi sebagai suatu kemungkinan, bukan sesuatu yang tak terelakkan. Lihatlah situasi sebagai hasil dari serangkaian pilihan historis yang dibuat oleh pria dan wanita, sebagai fakta masyarakat yang dibuat oleh manusia, dan bukan sebagai sesuatu yang alami atau diberikan Tuhan, sehingga tidak dapat diubah, permanen, dan tidak dapat diperbaiki lagi.


Category : catatan santri

SHARE THIS POST


ABOUT THE AUTHOR

Abil Arqam

MJS