Kawruh Begja: Pengendalian Raos dalam Konsep Kebahagiaan Ki Ageng Suryomentaram

slider
06 September 2024
|
380

Kebudayaan Jawa dikenal dunia dengan keberagaman yang ada. Jawa merupakan daerah dengan skala kebudayaan yang tinggi, baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Dalam peradaban dunia, Jawa termaktub wilayah dengan peradaban yang maju. Hal ini tercermin dengan ditemukan banyaknya karya sastra yang berasal dari masa Jawa baru maupun Jawa kuno. Karya sastra tersebut berhasil diklasifikasikan oleh para ilmuwan menjadi dua jenis berdasarkan bentuknya, yakni karya sastra yang berwujud prosa dan karya sastra yang berwujud puisi.

Karya sastra Jawa yang berbentuk prosa seperti cerkak, cerbung, dan sejenisnya. Sedangkan karya sastra dengan bentuk puisi dapat dijumpai dalam serat-serat era Keraton Surakarta dan Yogyakarta, seperti Serat Wedhatama. Puisi yang dimaksud di sini adalah komposisi bentuk tembang macapat dalam suatu karya sastra. Karya sastra Jawa berisikan hal yang kompleks, nilai-nilai kehidupan hadir secara tekstual.

Pada masa Kerajaan Mataram Islam, karya sastra Jawa mayoritas membahas tentang nasihat-nasihat kehidupan. Hal tersebut berjalan cukup lama, dikarenakan masih relevan dengan zaman. Nasihat dalam karya sastra Jawa baru biasanya dalam bentuk pengetahuan mengenai jamu, pendidikan anak, bahkan ilmu bahagia. Salah satu sosok yang populer dengan gagasan ilmu bahagia adalah Ki Ageng Suryomentaram, keturunan priyayi asal Keraton Yogyakarta.

Ki Ageng Suryomentaram lahir pada 20 Mei 1892 di Keraton Yogyakarta. Pangeran dari Keraton Yogyakarta ini merupakan anak dari Sri Sultan Hamengkubuwono VII dan BRA Retnomandoyo. Hidup dalam kalangan keraton, membuat Suryomentaram kecil bersedih, dikarenakan belum menemukan jati dirinya sebagai seorang manusia.

Berbagai upaya dan perjuangan dalam penentuan jati diri dilakukan oleh Ki Ageng, tak ayal jika pemikiran Ki Ageng cukup luas dan komprehensif. Ilmu sejarah, agama, psikologi, dan filsafat dipelajari oleh Ki Ageng (Achmad, 2020).

Ajaran dari Ki Ageng yang masih relevan di era sekarang adalah kawruh begja. Kawruh begja merupakan pemikiran Ki Ageng yang saat ini masih bertahan dan dijadikan sebagai ajaran dalam kehidupan. Ajaran kawruh begja menitikberatkan pada hubungan harmonisasi antara rasa, hasrat, dan kehendak manusia. Dalam ajaran ini diperinci lagi menjadi beberapa hal, yakni: bungah susah, raos sami, raos langgeng, dan nyawang karep. Empat hal penjabaran dari ajaran kawruh begja tersebut memiliki karakteristik masing-masing.

Bungah Susah

Pemikiran yang mengajarkan tentang siklus bungah susah terjadi silih berganti pada jiwa manusia. Bungah adalah perasaan senang dan gembira, sedangkan susah berarti keadaan rasa yang merasa kurang nyaman, kurang aman, dan khawatir dalam diri seseorang.

Ki Ageng menyampaikan bahwasanya tidak ada rasa yang selalu konsisten dalam jiwa manusia, seperti halnya dengan bungah dan susah. Siklus mulur dan mungkret dalam kehidupan manusia juga sama halnya. Mulur adalah timbulnya rasa kesenangan, dan mungkret berarti timbulnya rasa sedih.

Tercapainya keinginan seseorang, hanya menghadirkan kesenangan sementara. Sebaliknya jika tidak tercapai suatu keinginan pada diri manusia, tidak menimbulkan rasa susah yang abadi dalam diri. Dalam praktik kehidupan, rasa senang tentu selalu menjadi tujuan. Keberlangsungan rasa bungah diharapkan dapat hadir setiap waktu, untuk meraih rasa kebahagiaan yang abadi.

Raos Sami

Pemikiran tentang ajaran perasaan yang dimiliki setiap manusia di dunia adalah sama. Manusia adalah makhluk Tuhan, setiap yang bernyawa akan merasakan bungah-susah, senang-sedih, dan bahagia-gelisah.

Dalam ajaran ini, Ki Ageng Suromentaram menegaskan bahwasanya setiap manusia memiliki perasaan yang sama dalam menjalani kehidupan. Keadaan bungah dan susah selalu silih berganti hadir dalam kehidupan manusia. Karena suatu rasa, hanya dapat dinilai oleh orang yang melakukan dan mengalami rasa itu sendiri.

Sawang-sinawang menjadi bukti adanya hal tersebut. Ketika rasa bungah dan susah hadir secara bergantian pada siklus perasaan manusia, yang membedakan adalah apa yang membuat terjadinya rasa bungah dan susah tersebut.

Raos Langgeng

Pemikiran yang mempunyai makna rasa dalam jiwa manusia yang abadi. Rasa adalah keadaan jiwa dan raga yang dialami oleh seseorang. Rasa senantiasa ada pada diri manusia. Masa lampau, sekarang, hingga masa depan, manusia selalu mempunyai rasa. Secara sadar, manusia mengakui jika wujud rasa itu selalu ada, maka manusia tidak akan mudah mengalami kecewa, sedih hati, ataupun pantang menyerah. Pergantian rasa setiap masa dalam diri manusia, sehendaknya didukung dengan sifat berani, sabar, dan tabah.

Nyawang Karep

Ajaran mengenai urgensi melihat keinginan pada setiap personal. Keinginan adalah salah satu hal yang harus diketahui dan dipahami oleh setiap individu. Dengan mengetahui keinginan pada dirinya, diharapkan manusia dapat mengendalikan hasrat yang menggebu pada jiwa. Hasrat adalah keinginan yang belum tercapai. Manusia seharusnya dapat mengendalikan hasratnya sendiri.

Dalam ajaran nyawang karep, Ki Ageng menegaskan bahwasanya ketika manusia dapat mengetahui tentang keinginannya, maka selalu merasa tentram, dikarenakan mengingat keinginan dan hasrat yang selalu disesuaikan dengan kebutuhannya sendiri.

Dari empat ajaran tersebut, pentingnya peran raos dalam budaya Jawa dipakai dalam mencapai kebahagiaan jiwa. Memperkokoh kesetaraan dan keadilan dalam berprasangka, menumbuhkan ciri khas pada kehidupan. Kawruh begja dikenal juga dengan pengetahuan tentang keberuntungan. Keberuntungan yang dimaksuad adalah mawas diri dalam mengendalikan rasa yang terdapat dalam diri manusia.

Keinginan

Di atas bumi dan di kolong langit ini tidak ada barang yang pantas dicari, dihindari atau ditolak secara mati-matian. Meskipun demikian, manusia itu tentu berusaha mati-matian untuk mencari, menghindari atau menolak sesuatu, walaupun itu tidak sepantasnya dicari, ditolak atau dihindarinya.

Padahal, apa yang dicari atau ditolaknya itu tidak menyebabkan orang bahagia dan senang selamanya, atau celaka dan susah selamanya. Tetapi pada waktu orang menginginkan sesuatu, pasti ia mengira atau berpendapat bahwa, “Jika keinginanku tercapai, tentulah aku bahagia dan senang selamanya; dan jika tidak tercapai tentulah aku celaka dan susah selamanya.”

Nalar: “Rasionalitas Reflektif”

Dalam setiap tulisannya, Ki Ageng selalu mengajak kita untuk berpikir rasional, memeriksa ulang keyakinan-keyakinan yang kita miliki secara cermat dan teliti, membuka selubung-selubung yang menutupinya, hingga kita mendapatkan saripati pengetahuan yang terang dan jernih. Pengetahuan yang jernih inilah yang akan mengantarkan kita pada kebahagiaan.

Namun, rasionalitas pemikiran Ki Ageng tersebut berbeda dengan rasionalitas Barat yang secara umum bercorak egosentris. Rasionalitas yang dimaksud Ki Ageng adalah “rasionalitas yang reflektif”, di mana ia meliputi dimensi rasa, potensi reflektif, dan intuitif, dari rasio manusia, serta rasionalitas yang akomodatif, yang menempatkan rasa orang lain sebagai bagian tak terpisahkan dalam upaya mencapai kebenaran dan kebahagiaan.

Ki Ageng merupakan sosok inspiratif berupa metode-metode dalam mencapai kebahagiaan jiwa manusia. Ajaran tersebut dianggap masih relevan dalam kehidupan masa kini. Psikologi Jawa ala Ki Ageng Suryomentaraman membuktikan pemikiran luhur kebudayaan Jawa di masa silam.

Referensi:

Achmad. S. W. (2020). Ilmu Bahagia Ki Ageng Suryomentaram: Sejarah, Kisah, dan Ajaran Kemuliaan. Yogyakarta: Araska.

Ngaji Filsafat 106: Ki Ageng Suryometaram - Kawruh Begja, edisi Filsafat Kebahagiaan, bersama Dr. Fahruddin Faiz di Masjid Jendral Sudirman Yogyakarta, pada Rabu, 30 Maret 2016.


Category : keilmuan

SHARE THIS POST


ABOUT THE AUTHOR

Muhammad Siswoyo

Instagram: @sis.muh__